Judul Buku : Slilit Sang Kiai
Penulis : Emha Ainun Nadjib
Penerbit : Mizan
Tahun : Edisi satu,cetakan 1 , 1991
Edisi dua, cetakan 2, 2014
Hal : 310
ISBN : 978-979-433-818-6
Slilit Sang Kiai
Tentunya bukan sekedar alasan (dulunya) best seller hingga setelah
lebih dari dua puluh tahun sejak pertama kali diterbitkan, buku ini diterbitkan
ulang, tapi kontennya yang masih selaras dengan keadaaan saat ini. Persoalan
hidup, beragama, berbangsa dan bernegara. Apa ini berarti sebenarnya kita
sebagai masyarakat Indonesia tidak berubah? Tetap berjibaku dengan masalah yang
sudah 20 tahun lalu di hadapi? Antara iya dan tidak. Karena pada hakekatnya
persoalan kehidupan manusia tidak jauh dari urusan hidup (perut, syahwat),
hubungan dengan Tuhannya dan sebagai bagian dari masyarakat sebuah negara.
Buku ini membuat saya ketagihan
untuk mengulang membacanya lagi dan lagi. Bukan karena beberapa tulisan membuat
saya tersenyum sendiri dengan tafsir satir sang penulis tapi pesan dan perumpamaannya yang sangat mengena
klo istilah sekarang; isinya ‘jleb’ banget. Membaca buah pikiran penulis yang
lebih di kenal dengan nama Cak Nun ini pun membuka pikiran untuk keluar dari
pengkotakan-pengkotakan isu dan belajar berpikir out of the box.
Seperti juga tulisan berjudul ‘Slilit
Sang Kiai’. Slilit adalah istilah bahasa Jawa untuk serabut kecil sisa daging
yang menyelip di antara gigi. Gara-gara slilit
seorang Kiai terancam gagal masuk surga karena ia pernah membersihkan
slilitnya dengan potongan kayu yang diambilnya dari pagar orang lain tanpa
ijin. Bisa di bayangkan potongan kayu sebesar apa untuk membersihkan slilit. Tempat
Tuhan memang mutlak seperti halnya batasan benar dan salah (dosa) yang sudah
Dia tetapkan. Sayangnya konsep dosa dan kemutlakan Tuhan ini hanya di sadari
beberapa gelintir orang dan hanya pada keadaan tertentu. Konsep dosa
hampir tidak menyentuh
kebijakan-kebijakan yang di ciptakan manusia walaupun si manusia tersebut mungkin menyebut kata
‘Tuhan’ ratusan kali setiap harinya.
Namun adakalanya manusia terlalu
terjebak dalam kemutlakan ritual. Beragama hanya di pahami dengan cukup
menjalankan ritualnya saja. Padahal, metode duniawi untuk menghindarkan
orang-orang dari api neraka ialah dengan menggabungkan diri ke dalam
usaha-usaha penyelenggaraan tata sosial ekonomi, tata politik, hukum dan
kebudayaan, yang membuat orang tak ‘terpaksa’ mencuri, tidak ‘terkondisi’ untuk
korupsi, menindas, berzina, membunuh, menuduh komunis, menyelenggarakan judi
kedermawanan, dan memelihara gundik (hal 25).
Islam tetap Islam, tak pernah bergeser sedikit pun dari kebenarannya.
Silahkan orang di seluruh muka bumi membenci, mencurigai, atau bahkan
meninggalkan Islam. Islam tak punya kepentingan terhadap manusia, manusialah
yang berkepentingan terhadapnya (hal 42). Kutifan ini saya ambil dari
tulisan berjudul Islam itu Islam. Sedikit banyak ini mengingatkan agar kaum
muslim tak perlu cepat terpancing emosinya jika ada pelecehan agama Islam namun
bukan berarti diam. Emosi hanya akan memunculkan perlawanan yang justru
berlawanan dengan nilai-nilai islam.
Penilaian pornografi menurut
seorang muslim belum tentu pornographi bagi sebagian orang muslim lain atau
orang non muslim. Mungkin ini yang menjadi sebab UU pornografi tak menemui
titik temu. Melalui tulisan Paha itu, Cahaya itu, penulis mencoba memberi
kiasan kenapa perlu ada batasan mana terhadap keindahan, hingga ada yang di
katagorikan porno.
Pornografi juga terjadi ketika paha itu di bukakan pada lelaki yang
bukan suaminya, baik di jalan umum, di depan kamera film, maupun di ranjang
prostitusi.
Mengapa hanya wanita yang sebaiknya tidak memamerkan pahanya...
Karena wanita mewakili keindahan Tuhan, sedangkan lelaki hanya bertugas
menerjemahkan dan menafsirkan keindahan itu. (hal 143)
Buku ini merupakan kumpulan
tulisan kolom, beberapa pernah di muat di media massa. Di bagi menjadi tiga sub judul dengan total
lebih dari 60 tulisan dengan beragam tema. satu tulisan dengan tulisan lain
tidak berhubungan jadi bisa di baca tanpa berurutan.
Bagi saya membaca buku ini
seperti bercermin pada realitas kekinian yang terjadi pada bangsa ini.
1 komentar:
Mantap mba blognya, saya senang dengan temlatenya. salam kenal ya
Posting Komentar