Kamis, November 10, 2011

Kekuatan Cinta Mama

Judul buku : For the Love of Mom
Penulis       : Dyah Prameswarie dkk (sebuah antologi)
Penerbit     : Imania
Tahun         : Oktober 2011
Hal            : xii + 292  halaman


 review by rina susanti



Membaca tulisan –tulisan di buku ini, ingatan saya tidak bisa tidak dilepaskan dari mama saya sendiri. Ya, mungkin ini yang disebut, di mata anaknya semua mama hebat terlepas dari semua kekurangan yang mama kita miliki, salah satu yang tidak bisa kita lupakan dari sosok mama  adalah bahwa mereka selalu memberi dan senantiasa menguntai doa untuk kita. Ini sekaligus membuat saya berkaca pada diri sendiri, apakah saya sudah memberikan dan memberi contoh terbaik untuk anak-anak saya?

Diawali tulisan Deka Amalia yang menyentuh berjudul Diary  Ungu. Di dorong rasa penasaran mama membuka diary bersampul ungu milik putrinya yang tergeletak di kamar. Mama terhenyak didera keharuan dengan catatan dalam diary itu yang sebagian besar mengungkapkan kekaguman sang putri terhadap kesabaran dan perjuangannya selama ini   membimbing putrinya agar kelak menjadi seorang perempuan mandiri dengan keistimewaan yang telah diberikan Tuhan padanya. Aku ingat, saat aku kecil dulu, Mami selalu jongkok jika bicara denganku. Dia menatap mataku dengan penuh kasih.”kamu lapar? Mau minum susu? Capai ya?” pertanyaan-pertanyaan sederhana itu lama-lama mampu aku mengerti. Aku ingin menjawab, tetapi sulit sekali kukeluarkan suara. (hal 5).

Kisah  yang sepertinya cukup memancing pembaca untuk segera menikmati tulisan –tulisan berikutnya di buku ini. Tulisan  para mama mengenai sosok-sosok perempuan hebat dan inspiratif di mata mereka. Berperan sebagai mama dalam arti sebenarnya atau mengikuti fitrah perempuan sebagai seorang mama,  yang  diakoni dengan penuh suka cita seperti dalam tulisan Ibu Tiga Generasi (hal 238). Kisah mengenai Mak Anah seorang perempuan  berusia 92 tahun yang telah mengabdikan hidupnya sebagai pekerja rumah tangga dalam rentang waktu tiga generasi di sebuah keluarga. Pengabdiannya Mak Anah yang juga turut serta berperan mengasuh ketiga generasi keluarga tersebut, selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga, membuat sosoknya di hormati dan sayangi terlebih Mak Anah tidak pernah berkeluh kesah atau mengeluh.

Untuk membahagiakan keluarganya tidak jarang seorang mama berkorban dengan menyembunyikan perasaannya sendiri seperti dalam kisah Sebuah Kepingan Kenangan dan Rahasia Ibu.       Para mama  ini tetap berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang mama di tengah derita fisik yang begitu hebat. Tetap mengerjakan pekerjaan rumah, mencari nafkah dan tersenyum untuk keluarganya.  Bukti, begitu kuatnya ikatan cinta seorang mama terhadap anak dan keluarganya. Tak heran jika masalah jarak bukanlah suatu hal yang bisa merenggangkan ikatan itu. Ini tertuang dalam tulisan-tulisan para mama yang terpaksa harus jauh dari buah hatinya entah karena tuntutan pekerjaan atau kesempatan sekolah keluar kota atau bahkan luar negeri.  Beragam cara dilakukan para mama ini agar tetap bisa bukan hanya dekat dengan buah hatinya tapi turut serta berperan dalam tumbuh kembangnya. 

Namun begitu, ada kalanya, besarnya cinta seorang mama baru disadari anaknya ketika mama  telah tiada atau di detik-detik terakhir kehidupannya. Ini terjadi karena sang anak disibukkan dengan urusannya sendiri. Penyesalan dan rasa tak bersalah memang tidak akan membalikkan keadaan tapi mungkin itulah jalan yang membuat kita sebagai seroang anak tak pernah lupa melantunkan doa kebahagiannya kelak di sisiNya.

Kisah para mama dalam buku ini bisa dibilang komplit dan beragam, namun ada juga cerita yang menurut saya terlalu biasa, maksudnya tidak terlalu mempunyai nilai greget khusus. Semoga pemuatannya bukan karena dipaksakan untuk memenuhi kuota (maaf kalau terlalu kasar, hanya belajar kritis). (rs)

Kasih ibu kepada beta
tak terhingga sepanjang masa
hanya memberi
tak harap kembali
bagai sang surya menyinari dunia

Jumat, Juli 01, 2011

Bicara Soal Seks dengan Anak



Judul buku          : Ensexclopedia 
Penulis                : Elly Risman, Hilman Al Madani,  Yusyina Maisua
Penerbit              : Buah hati
Hal                      : 119
Bicara Soal Seks dengan Anak

(review by rina susanti) 
                
Ini adalah buku oleh oleh dari seminar parenting soal pendidikan seks dan keuangan untuk anak yang saya ikuti beberapa waktu lalu di Jakarta.  Kalau tidak karena ikut seminar ini mungkin saya tidak tahu ada buku semenarik dan sebagus ini untuk anak dan para orang tua.

Yap, ini buku soal pendidikan seks untuk anak dan si praremaja.  Bicara soal seks pada anak dan praremaja jangan menyamankannya seperti jaman kita dulu. Tabu. Lebih dari itu banyak orang tua dulu menganggap hal-hal seperti itu akan tahu dengan sendirinya. Kini jamannya sudah berbeda, dengan kemudahan teknologi dan akses informasi, pengetahuan soal seks bisa diperoleh si kecil dan si praremaja melalui internet, tv bahkan layar hp. Tanpa basic yang didapat dari orang-orang terpercaya (guru atau orang tua) bisa disalah artikan lebih dari itu kebablasan.

Pada kenyataan anak-anak mengakses soal seks atau hal-hal berbau pornografi 42% dari rumah (hasil penelitian yayasan buah hati). Benar-benar pr ekstra untuk para mama bekerja. Angka ini juga berarti mengindikasikan bahwa pornografi tidka bisa dihindari. Bisa saja si kecil kita proteksi dengan hal-hal seperti ini di rumah alias disterilkan tapi bagaiamana di sekolah dan lingkungan pergaulannya.

“Akh Elu, masak yang gitu aja belum tahu. Cemen lho.” Atau.”masak yang gitu aja gak tahu. Gak gaul Loe akh.”

Bukan tidak mungkin salah satu dari si praremaja kita yang disudutkan teman-temannya dengan kalimat-kalimat semacam di atas yang kemudian memicu keingintahuan si praremaja untuk mengakses hal-hal berbau pornografi karena keingintahuannya.

Yang diperlukan  seorang  anak  bukan sterilisasi dari soal pornografi dan seks tapi pemahaman yang baik soal yang satu ini dan menguncinya dengan pengetahuan agama. Di mana pemahaman ini di dapat? Tentunya kewajiban orang tua sebagai mentornya. Tapi bingung memberi pemahamannya?  Keluhan hampir semua orang tua terlebih budaya kita masih mentabukan bicara soal itu.

Buku ini berisi pertanyaan seputar seks yang biasanya ditanyakan dan membuat penasaran anak-anak terutama si praremaja. Dijawab dengan bahasa lugas khas remaja tanpa terkesan menggurui atau menakut-nakuti. Dilengkapi juga dengan ilustrasi yang cukup menarik. Jadi sangat cocok dijadikan hadiah untuk anak yang mulai memasuki usia praremaja.

Seperti bicara mimpi basah yang dialamai anak laki-laki, seputar masalah reproduksi untuk anak perempuan dan istilah-istilah seks yang membuat anak ingin tahu seperti apa itu hubungan seksual? Kenapa perempuan bisa hamil? dsb. Di buku ini pun mama bisa mendapat contekan jika anak bertanya,”Ma, boleh gak aku pacaran?”  

Bicara soal pacaran, banyak ortu yang khawatir soal yang satu ini. Salah satunya karena kita kerap melihat (di halte, bis atau tempat umum lainnya) anak-anak  berbaju seragam sma, smp bahkan sd pacaran dengan gaya orang dewasa. Tanpa malu-malu pegangan tangan dan ciuman. 

Melarang anak pacaran tanpa alas an jelas dan tepat hanya akan membuat si anak frustasi dan back street alias pacaran secara sembunyi-sembunyi. Jadi apa jawabannya jika anak bertanya soal pacaran?
“Menurut kamu sendiri pacaran itu apa?” Mama balik bertanya.
Tunggu jawaban anak.
“Jika pacaran itu saling sayang terus sering ingin ketemuan, dekat-dekatan, bisanya jadi ingin pegangan tangan lalu pelukan lalu… sebaiknya jangan karena hal-hal itu bisa menimbulkan kerja hormon seks dalam otak dna tubuhmu menjadi lebih aktif. Akibatnya bisa terjerumus ke dalam seks bebas.” 

Itu hanya salah satu  contekan yang bisa mama dapat dari buku ini agar siap menghadapi pertanyaan anak. Tapi bicara soal pendidikan seks sebaiknya tidak menunggu pertanyaan muncul dari anak. 

Berikut adalah beberapa kiat dasar memberikan pengatahuan seks pada anak:
* Harus dimulai sedini mungkin, jangan menunggu anak memasuki usia praremaja
* Proaktif artinya beri pemahaman tanpa menunggu pertanyaan dari anak
* Jangan mengalihkan tanggung jawab. Misalnya,”Tanya bu guru aja dech jangan Tanya mama.” Jika belum siap menjawab janjikan kapan bisa menjawab.
* Selalu bersiap menyikapi dan menjawab pertanyaan anak seputar seks. Caranya bisa cari tahu di buku.
* Gunakan bahasa sesuai usia anak dan miliki ‘the courage to be imperfect ‘ alias jangan jaim
* Selalu kunci pengetahuan seks yang sudah kita berikan pada anak dengan pengetahuan agama. Karena ini yang jadi basic dan pegangan anak.

 Jika pertanyaan seputar seks muncul dari anak, mama harusnya berbangga hati dan bersyukur karena pertanyaan itu jatuh pada orang yang tepat. Bayangkan jika pertanyaan itu jatuh pada teman sebayanya yang sama-sama mau tahu lalu mencari tahu dengan cara kurang bertanggung jawab.


Kamis, Mei 26, 2011

100 Kisah Menghangatkan Hati



Judul buku          : Mari Bicara
Penyusun            : Alberthiene Endah
Penerbit              :Gramedia/2010
Hal                      :xxxiv + 324

100 Kisah Menghangatkan Hati

Buku agak lama yang niat untuk mereviewnya  dari dulu, tapi dengan alasan sok sibuk selalu tertunda. Alasan ingin mereview walaupun terlambat karena buku ini menurut saya wort to read.

Berisi 100 pengalaman para ibu membangun komunikasi dengan suaminya. Seru, lucu, bikin haru sampai yang biasa-biasanya.   Ini membuat saya mengamini sebuah pendapat yang mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah proses komunikasi tanpa henti. Komunikasi untuk memantapkan komitmen, menerapkan kesepakatan entah dalam hal keuangan, pola asuh anak atau karir. Seratus kisah dalam buku ini di bagi dalam enam bab berdasarkan thema masalahnya. Keuangan dan karier, masalah internal dan eksternal, masalah pada awal pernikahan, perbedaan laki-laki dan perempuan, miskomunikasi, dan bahas apenuh bahasa cinta.

Salah satu isu sensitif dalam hubungan hubungan rumah tangga adalah soal uang dan karir. Karena bicara soal ini menyangkut soal harga diri dan power (ulasan penyusun hal 58). Ini tidka hanya berlaku untuk ibu bekerja  pun ibu rumah tangga yang notabene hanya mengelola uang dari suami. Seperti kisah Erna  Yusmiati dari Sidoarjo yang merasa bersalah karena menggunakan dana darurat keluarga untuk kebutuhan sehari-hari yang awalnay tanpa diketahui suaminya. Ibu Erna tidka ingin dinilai tidak amanah atau boros.
Being happy doesn’t mean that everything is perfect. It just means that u are decided to look beyond the imperfections. Yang penting dalam sebuah pernikahan adalah menerima pasangan kita apa adanya. Bukan tidak mungkin beberapa sifat dan kebiasaannya baru kita ketahui setelah menikah. Seperti kisah ‘gara-gara bola’ oleh Desi dari Semarang (hal 146). Lamanya proses pengenalan sebelum menikah tidak menjamin kita benar-benar mengenal suami.
Dan selama sifat atau kebiasaannya itu bukan sesuatu yang fatal rasanya tidak ada alasan untuk tidak  berbesar hati menerima.
Dalam budaya kita, menikah bukan hanya menyatukan dua insan, tapi dua keluarga besar tak heran jika kemudian masalah yang muncul dalam rumah tangga bukan hanya dipicu salah satu pasangan tapi  keluarga besar, entah mertua, orang tua, adik ipar dsb. Bagaimana para ibu menghadapi ini ada di bagian bab dua buku ini, masalah internal dan eksternal.

Beragam cara untuk bisa mengkomunikasi sebuah masalah rumit menjadi clear. Secangkir teh adalah sebuah bumbu yang membuat suasana rileks. Yang tak kalah penting  adalah perlu disadari bahwa laki-laki dan perempuan punya cara pandang berbeda dalam melihat dan menikapi masalah. Lelaki umumnya lebih rasional sedangkan perempuan lebih mengedepankan perasaan, lelaki lebih suka diam dan berpikir sendiri sedangkan perepuan selalu merasa butuh teman curhat. Selain itu perbedaan cara komunikasi di tentukan pula latar belakang keluarga, pendidikan dan lingkungan. Jadi miskomunikasi pasti terjadi kuncinya adalah komunikasi terbuka dan kemampuan berempati. 

Setiap bagian buku ini disisipi bahasan dan tips dari psikolog  perihal masalah yang mungkin timbul dalam hubungan rumah tangga dan bagaimana menjalin komunikasi yang efektif agar semua masalah (konflik) bisa terselesaikan dengan berkomunikasi. Buku ini dibuka dengan kisah empat pasang public figure (Mira Lesmana –Mathias Muchus; Ira Wibowo-Katon Bagaskara;  Dian Nitami-Anjasmara; Meisya Siregar-Baby Romeo) menjalin komunikasi dengan pasangannya dalam menghadapi masalah rumah tangga.

Yang mengganggu dari buku ini adalah penggunaan beberapa kali kata ‘autis’ yang tidak pada tempatnya. Kata autis sebagai pengganti keadaan negatif. Penggunaan kata autis yang kerap kali dikonotasikan hal negatife ini sebenarnya sudah sering mendapat protes. Semoga ini hanya sebuah kekhilapan dari editor yang seharusnya mengganti kata autis yang ditulis kontributor dengan kata yang sepadan. (review by rina susanti)