Tampilkan postingan dengan label Blog Competition. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Blog Competition. Tampilkan semua postingan

Minggu, Juni 14, 2015

Tentang Kita

Judul Buku          : Tentang Kita   
Penulis                 : Reda Gaudiamo
Penerbit              : Stiletto Book
Tahun                   : Mei, 2015
Hal                          : 188
ISBN                      : 978-602-27-572379

Potret keluarga dalam sebuah fiksi

Membaca cerpen dalam buku kumpulan cerpen  yang di tulis  Reda  Gaudiamo, seperti bercermin pada keseharian. Kejadian yang begitu dekat  dengan kehidupan. Satu atau dua cerpen  dalam buku ini mungkin ada kesamaannya dengan kisah hidup teman, tetangga, saudara atau kita sendiri sebagai pembaca. Konflik keluarga,  seorang ibu yang mendambakan menantu ideal untuk putrinya,  hubungan kakak adik, persahabatan, gelora jiwa muda anak sma, dilema pasangan urban baru menikah, antara menunda memiliki anak atau langsung memiliki anak.  Seperti dalam cerpen berjudul Tentang Kita, yang sekaligus menjadi judul buku kumpulan cerpen ini.

“Kita tidak punya apa-apa. Rumah masih kontrakan. Sempit pula. Kalau dia lahir, mau di taruh di mana? Tempat ini jauh dari keramaian, dari pusat kota.  Kendaraan sendiri tidak punya. Kalau aku melahirkan malam-malam, mau naik apa kita ke rumah sakit? Seperti apa kacaunya...”

Lalu ketika akhirnya janin tumbuh di luar rencana, dan keadaan membenturkan pada situasi yang memaksa untuk memilih, cukup kuatkan naluri seorang ibu? Tanpa menghakimi atau menggurui, penulis menuntaskan cerpen ini dengan akhir yang memikat sekaligus membuat merenung.

Cerpen berjudul Anak ibu dan Menantu di halaman 31 dan 113, mengingatkan saya pada sebuah kalimat ‘setiap orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya’, kalimat yang kerap kali menjebak orangtua pada upaya memilihkan bahkan memaksakan kehendak pada anak dengan alasan untuk kebaikan anak kelak. Dengan asumsi kebaikan untuk anak menurut orangtua sama dengan kebahagiaan anak.

Cerpen berjudul 24 x 60 x 60 memotret dengan sederhana  keseharian yang khas keluarga urban. Suami dan istri yang sama-sama di sibukkan dengan urusan pekerjaan, kemacetan dan sempitnya waktu untuk keluarga. Pagi hari selalu huru hara karena terlambat bangun dan menyiapkan kebutuhan anak.

Cerpen dalam buku ini terdiri dari 17 cerpen dan sepertinya di susun dengan pertimbangan tertentu, karena seperti memiliki alur, dan  di tutup dengan cerpen berjudul Pada Suatu Pagi, berkisah tentang seorang ibu di masa tuanya. Harapan  yang mewakili perasaan kaum ibu dan orangtua pada umumnya.

“Bukan pemakaman terbaik, termewah dan kelompok pembaca doa berseragam yang kunanti, tapi percakapan, gelak tawa, berbagi cerita yang berlangsung ketika kita masih bersama...”(hal 203)

Walaupun semua cerita berkutat pada keseharian yang begitu lekat dengan kehidupan, namun pembaca tidak akan kehilangan greget saat membacanya. Bukan karena penulis mengemasnya dalam kata yang penuh metapor yang wah dan  menjelimet, justru sebaliknya. Penulis menggunakan bahasa sederhana, lugas dan to the point. Dan walaupun minim deskripsi karena pilihan katanya tepat, mampu membawa pembaca  membayangkan situasi saat percakapan terjadi dalam cerpen tersebut. Seperti kutipan berikut (hal 113);

“Jadi kamu mau di kawini si Jawa itu?”
“iya.”
“Aduh, hitamnya.”
“Tidak apa-apa.”
“Nanti anakmu jadi hitam kelam.”

Selain bahasa yang lugas, penulis juga menggunakan sudut pandang  yang tidak biasa. Pemilihan sudut pandang ini  yang membuat tulisan penulis berbeda dengan penulis fiksi lain walaupun tema yang diangkat sama. Sudut pandang yang juga membuat cerita lebih hidup dan menyentuh sisi kehidupan tanpa memaparkan nilai-nilai cerita dalam bentuk kalimat namun terpaparkan secara tersirat dalam setiap cerita, tanpa menggurui atau menghakimi. Hingga cerpen dalam buku ini terasa bersahaja, sederhana dan lugas walaupun begitu hampir setiap cerpen dalam buku ini memiliki kejutan, entah dari sudut pandang yang dipilih maupun ending cerita.

Kepiawain penulis, Reda Gaudiamo, dalam mengolah kata, memilih tema dan sudut pandang, tak lepas dari profesinya sebagai jurnalis yang pernah mengelola beberapa media massa gaya hidup.

Cerpen dalam buku ini di tulis dalam rentang waktu yang cukup panjang dan merupakan cerpen yang pernah dimuat di berbagai media massa. Namun teman yang diangkat dalam setiap cerpen membuat tak lekang waktu.

Quote yang paling saya suka ada di halaman 203, dalam cerpen terakhir di buku ini dan  sudah saya kutif di atas. Quote yang mengingatkan saya bahwa itulah yang harus saya lakukan kelak jika Ibu atau Bapak saya sudah sepuh. 

Tulisan ini diikutsertakan dalam  “Tentang Kita Reading Challenge – Stiletto Book”,


link review di goodreads https://www.goodreads.com/review/show/1307479406?book_show_action=false
email rina_fam@yahoo.com
twitter @rinasusanti



Rabu, Januari 14, 2015

Nonfiction Reading Challenge 2015




Akhirnya ada tantangan yang pas nih, selama ini (menurut pengamatan saya) reading challenge selalu fiksi dan baru kali ini ada yang nonfiksi jadilah merasa tertantang selain saya lebih banyak membaca buku nonfiksi setelah menikah dan punya anak, pas masih lajang sebaliknya heheh sesuai kebutuhan kali ya. 

Belum berani pasang target berapa buku yang akan saya baca, tapi mungkin akan meresensi buku yang bukan terbitan terbaru, karena banyak juga nih buku yang dibaca tapi ga sempat (sok sibuk) di resensi. 

Yang minat ikutan silahkan cek cek infonya di sini . 

Kamis, Mei 22, 2014

Jangan Takut Bermimpi


Judul Buku          : A Cup Of Tea Menggapai Mimpi
Penulis                 : Herlina P. Dewi, Reni Erina dkk
Penerbit              : Stiletto Book
Tahun                   : 2012
Hal                          : 209
ISBN                      : 978-602-96026-9

Kisah Inspiratif Menggapai Mimpi

Jalan untuk mencapai sebuah impian kadang melenceng dari ekspektasi. Tak selalu mulus bahkan dengan cobaan tak terduga. Dan hanya ‘pejuang’ sejati yang bisa sukses menggapai impiannya.Yap, dibutuhkan kerja keras dan cerdas bukan sekedar tekad yang keras untuk mewujudkan sebuah impian.

Kisah menarik pendiri sebuah penerbit yang ada halaman 183 buku ini bisa dijadikan contoh. Bermodalkan nekat menjual bisnis laundry untuk membuat penerbitan. Dan selama 6 bulan pertama hanya melakukan seorang diri dari mencari naskah, promosi, membuat MoU, layout, desain sampai marketing. Perjuangan dan usaha yang patut diacungi jempol dan seiring waktu dia bisa menikmati hasilnya. Dan dia seorang perempuan!

Buku ini merupakan buku ketiga dari seri  A Cup Of Tea (ACOT) dan seperti seri sebelumnya berisi 20 kisah inspiratif yang menghangatkan hati dan memotivasi. Sesuai judulnya, kisah dalam buku berisi kisah perjuangan bagaimana mewujudkan impian dengan menaklukan tantangannya.

Kisah yang mengharu sekaligus membuat ‘greget’ dengan kepijakan di dunia pendidikan yang tidak berpihak pada orang berkebutuhan khusus,  ada di halaman 84 yang berjudul Garis Yang Terputus. Venny Mandasari, seorang penderita Dystonia yaitu kelainan gerak di luar kesadaran. ‘Gerak yang sangat hebat pada bagian kepala, tangan serta kaki yang membuat jalan saya tidak terkendali seperti orang yang sempoyongan. Gerak yang bisa dikatakan goyang hebat, yang terkadang sulit dihentikan. Adakalanya sampai saya berpeluh menahannya.’  Melalui masa-masa sekolah di sekolah umum (bukan SLB) bagi Venny adalah sebuah keberhasilan besar selain tak mudah meyakinkan pihak sekolah untuk menerimanya juga bagaimana ia beradaptasi di sana. Sayang niatnya melanjutkan ke perguruan tinggi belum tercapai, di tolak karena penderita Dystonia. Namun hikmahnya, Venny menemukan jalan mencapai mimpinya yang lain.

Saya percaya, sesuatu terjadi karena ada campur tangan Tuhan. Sekeras apapun usaha jika Tuhan belum mentakdirkan tidak akan terjadi. Sebaliknya dengan kehendak Tuhan, kesulitan apapun akan dibukakan jalannya.  Contoh paling sederhana mungkin mengenai materi. Ketika hitung-hitungan matematis nilai rupiah yang dimiliki tak cukup untuk membantu mewujudkan impian, Tuhan akan memberikan jalannya jika usaha dan doa sudah dilakukan maksimal. Seperti dalam kisah berjudul Tiada yang Dapat Menghadang Jalan Tuhan di halaman 133. Keinginan masuk fakultas kedokteran gigi sempat terhambat karena masalah keuangan namun di tengah himpitan keterbatasan itu Tuhan selalu ada jalan yang diberikan Tuhan sampai akhirnya dia lulus dan menyandang predikat dokter gigi.

Atau kisah Ni Made Rimawati yang harus menghidupi dirinya sendiri dan membantu keluarga dengan bekerja di sebuah galeri seni. Namun dari situ muncul kecintaannya pada bahasa Inggris, keinginannya pergi ke luar negeri karena mendengar cerita pak Beni dan kuliah. Tuhan memberinya jalan tak terduga, gaji yang diperoleh selama menjadi Nanny di Slovakia untuk kuliah bahasa Inggris. Cerita lengkapnya ada di halaman 41.

Membaca kisah-kisah dalam buku ini mengingat saya pada teori The Secret atau Mestakung (semesta mendukung). Yap, ketika impian begitu kuat tertanam dan kita berusaha mewujudkannya, semesta akan membantu untuk terwujud. Atau seperti ungkapan yang ditulis seorang penulis besar Paulo Coelho dalam salah satu bukunya; Mimpi adalah milik kita sendiri dan hanya kita yang tahu apa yang perlu diupayakan untuk tetap mengupayakannya.

Kritik untuk buku ini, tinta di setiap tulisan tidak merata, ada yang jelas ada yang kabur. Dan porsi impian menjadi penulis lebih banyak alias kurang variatif. Mungkin karena naskah yang masuk memang banyak yang mimpinya jadi penulis J (tulisan dalam buku ini hasil audisi). Saran saya untuk ke depannya, apapun temanya kisahnya harus variatif, caranya mungkin dengan mencari narasumber alias menjemput bola.

By the way, secara keseluruhan buku ini inspiratif, menghangatkan dan memotivasi. Jangan takut bermimpi!


Minggu, September 22, 2013

Labirin Rasa



Judul Buku          : Labirin Rasa 
Penulis                 : Eka Situmorang-Sir
Penerbit              : WahyuMedia
Tahun                   : 2013
Hal                          : 394















Mencari sang Pangeran Fajar
Resensor : Rina Susanti

Cinta selalu menjadi thema yang menarik dan tak pernah habis untuk dieksploitasi. Padahal cinta itu sederhana, cukup mencintai dan dicintai apa adanya. Namun yang sulit adalah memastikan apakah sebuah rasa itu cinta, obsesi atau kasihan.

Rasa memang kerap menjebak seperti labirin, jalan rumit yang tak berujung. Namun dalam novel Labirin Rasa, si tokoh utama Kayla, memilih berpetualang di labirin rasa untuk menemukan rasa cinta dari sang Pangeran Fajar yang dikirimkan Tuhan untuknya.

Kayla, gadis tomboy, gendut, jerawatan jarang mandi, cuek dan gokil jatuh cinta pada Ruben, lelaki peranakan dengan fisik yang hampir sempurna, ganteng, tinggi, berkulit bersih dengan tampang mirip artis FTV. Keduanya bertemu di kereta dalam perjalanan menuju Yogyakarta. Kayla dengan gayanya yang spontan dan cuek, mampu mencuri perhatian Ruben. Walaupun jelas Kayla bukan perempuan cantik, langsing, wangi, nan semampai selera Ruben.

Selama di Yogyakarta Ruben dipaksa menjadi guide Kayla. Pertemuan yang intens membuat Ruben jatuh hati  pada Kayla yang berbeda dari perempuan kebanyakan yang selama ini di kenalnya. Namun di sisi lain, sifat mandiri Kayla membuat Ruben merasa tidak dibutuhkan.

Rabu, April 10, 2013

Noda dan Warna Hidup



Judul Buku          :  Cerita Di Balik Noda

Penulis                :  Fira Basuki
Penerbit              :  Gramedia
Tahun                 :  Januari 2013
Tebal                  :  234 hal













Noda dan Warna Hidup

Beberapa orangtua membatasi interaksi anak dengan lingkungan di luar rumah dengan alasan agar anak pintar, berkelakuan baik dan sehat. Karena  persinggungan dengan dunia di luar rumah membuat anak dengan atau tanpa sengaja terkena kotor atau  jatuh dan terluka. Kotor identik dengan kuman dan menyebabkan sakit, jatuh dan luka membuat anak kesakitan, bergaul dengan anak berstatus sosial berbeda dikhawatirkan terpengaruh ketularan bahasa yang kasar. Namun beberapa orangtua melakukan hal sebaliknya. 

Seperti cerita Baju Kreatif (hal 179),  seorang ibu yang mendukung kreativitas putrinya, Salsa, mendaur ulang sampah plastik kemasan. Keterampilan yang didapat Salsa dari sekolah. walaupun untuk itu Salsa harus mengorek-ngorek sampah, mencari  sampah yang bisa didaur ulang.  Di luar dugaan, apa  yang dilakukan Salsa  ternyata menginspirasi lingkungan sekitarnya untuk berbuat hal yang sama, bahkan produk daur ulang tersebut menjadi lahan bisnis.

Lain dengan cerita Demi sekantung beras (hal 184), pertemanan Radya dengan Adi yang status sosial ekonominya rendah membuat Radya belajar arti sebuah kerja keras. Cerita berawal saat Radya menyaksikan beras yang dibeli Adi untuk keluarganya jatuh ke tanah yang becek. Didorong rasa kasihan Radya memberikan uang jajannya pada Adi namun ditolak. Adi lebih suka bekerja daripada diberi.

Cerita di atas adalah 2 dari 42 cerita dalam Buku Cerita Di Balik Noda. Tiga puluh delapan cerita dalam buku tersebut tersebut adalah cerita (true story) para ibu pemenang kontes Berani Kotor yang diadakan Rinso Indonesia beberapa waktu lalu, yang dikembangkan dan ditulis ulang  Fira Basuki, seorang penulis perempuan Indonesia yang telah menerbitkan buku-buku best seller. Empat cerita lain adalah tulisan Fira Basuki berdasarkan pengalaman orang lain yang di dengarnya.

Pemilihan cerita berjudul Bos Galak sebagai pembuka buku ini menurut saya sangat tepat.  Pesan yang disampaikan  mengenai noda dalam cerita ini  cukup menghentak. Cerita yang hampir serupa adalah Sarung ayah. Keduanya mengenai sebuah noda yang justru dikenang saat pemilik noda itu telah tiada. Cerita yang mendorong pembaca mengurutkan ingatan ke belakang mengenai noda yang pernah dibuat anak dan bagaimana saat itu kita menyikapi noda tersebut. Marahkah atau menertawainya sebagai hal yang lucu? Sikap yang nyatanya bisa berdampak besar. 

Cerita lain tak kalah menarik, walaupun memiliki thema besar yang sama yaitu bagaimana sebuah noda yang dibuat seorang anak selalu memiliki cerita penuh hikmah dan pembelajaran tapi karena setiap cerita beda dan unik, pembaca tidak akan  bosan saat membaca dari cerita satu ke cerita berikutnya. Pembelajaran mengenai empati seperti pada cerita Agi Tidak Pelit (173) dan Celengan (29) , toleran pada Teman Sejati (227), bekerja keras di cerita Demi Sekantung Beras (183)dan Penangjap Ikan Cupang (161), menciptakan kreativitas pada cerita  Batik Kreasi Ivan (122) dan lain sebagainya. Selain tentu saja karena kepiawaian Fira Basuki dalam menulis yang membuat buku ini enak di baca, bahasanya ringan dan sederhana.

Namun ada beberapa cerita yang terasa kurang natural, dilihat berdasarkan kesesuaian cerita dan kemampuan anak di usia tersebut. Misal cerita Nasi Bungkus Cinta (hal 38), Farhan (10 tahun) dan teman-temannya  memasak sendiri nasi bungkus yang diberikan kepada para korban banjir. Padahal dengan menyebutkan sedikit keterlibatan  orangtua teman Farhan dalam memasak tidak akan mengurangi esensi cerita, karena kepedulian Farhan dan teman-temannya yang dibarengi aksi untuk membantu korban banjir merupakan hal yang luar biasa untuk anak seusianya. Ditemukan juga kesalahan penulisan seperti di halaman 128 kata capek menjadi capai.

Terlepas kritik yang saya tulis di atas, semua cerita dalam buku ini membuka mata pembaca terutama orangtua, bahwa noda pada pakaian atau bagian tubuh anak tidak selalu identik dengan nakal, kotor, kuman dan penyakit.  Noda adalah akibat interaksi anak dengan lingkungan dimana dia belajar dan mencerna dari apa yang dirasakan, dilihat dan didengarnya. Selalu ada pelajaran yang di dapat anak dan orangtua dari noda yang dibuat anak sekecil apapun itu. Noda akan yang memberikan warna dalam hidup, haru, sedih atau lucu, saat mengenangnya kelak.  Berani kotor itu baik! (rs)


Review ini diikutsertakan dalam lomba   Kontes Ngeblog Review Buku 'Cerita Di Balik Noda' yang diadakan Rinso Indonesia dan Kelompok Emak-Emak Blogger.