Jumat, Agustus 21, 2009

Dreams from My Father


Barack Obama in Story of Race and Inheritance
Judul Buku : Dreams from My Father
Penulis : Barack Obama
Penerjemah : Miftahul Jannah Saleh dkk
Penerbit : Mizan, Mei 2009
Halaman : 493
Peresensi : Rina Susanti

Buku ini menjawab keingintahuan saya tentang Barack Obama, seorang kulit hitam pertma yang memimpin negara adidaya, Amerika. Seorang dari golongan minoritas yang kerap terdiskriminasi memimpin kaum mayoritas yang dulu mendiskriminasikannya. Dan salah satu sosok di balik kesuksesannya adalah Ann Dunham, ibunya. Berkat peran dan usaha keras ibunya Barry (nama kecil Barack Obama) mendapat pendidikan terbaik. Berkat dukungan ibunya, Barry berhasil mengatasi masa-masa sulit pencarian jadi dirinya berkaitan dengan diskriminasi yang dialaminya karena berkulit hitam. Benar-beanar seorang ibu yang inspiratif. Seperti sebuah pepatah, tidak ada sebuah kalimat pun yang mampu menggambarkan kekuatan, kewibawaan dan keteguhan seorang ibu.
Buku ini ditulis Barack Obama tahun 1995, setelah terpilih sebagai president kulit hitam pertama di Harvard Law Review, sebuah terbitan berkala tentang hukum. Seiring popularitasnya, terpilih menjadi senator Amerika, buku ini dirilis ulang tahun 2004 dengan tambahan kata pengantar dari Barack Obama sendiri. Dan saya mencoba merensesikan buku ini.


Buku ini dibagi dalam tiga bab besar; Asal-usul, Chicago dan Kenya.



Asal-usul

Bab ini menceritakan masa kecil sampai remaja Barack Obama.



Kulit hitam dan diskriminasi. Perasaan dan kegelisahan akibat dua kata itu pertama kali muncul ketika Barry (panggilan Barack Obama) secara tak sengaja membaca sebuah majalah Life diperpustakaan kedutaan Amerika, saat pertama kali datang ke Indonesia.…lelaki itu menerima perawatan kimiawi, artikel tersebut menjelaskan, untuk mengurangi corak kulitnya. Dia telah membayar untuk perawatan itu dengan uangnya sendiri. Dia menyatakan penyesalan karena mencoba untuk untuk menyamarkan dirinya sebagai seorang kulit putih, merasa menyesal betapa semuanya berubah menjadi amat buruk. Namun, hal itu tidak dapat dikembalikan lagi. Ada ribuan orang seperti dirinya, lelaki dan perempuan berkulit hitam di Amerika yang akan menjalani perawatan serupa demi menanggapi iklan-iklan yang menjanjikan kebahagiaan sebagai seorang berkulit putih. (hal 52) Selesai membaca itu, Barry ketakutan sehingga tak dapat bersuara. Apakah ibuku mengetahui hal itu? Pikirnya. Sebelumnya tak pernah terekam dalam benaknya bahwa dirinya berbeda, dia berkulit hitam dan ibunya berkulit putih.



Terlahir dari miscegenation (perkawinan antar ras), seorang perempuan Amerika (Kansas) dan lelaki berkebangsaan Kenya. Dan dinamai sama dengan nama Ayahnya, Barack Obama. Barry juga mewarisi kecerdasan yang dimiliki Ayahnya. Saat umurnya 2 tahun, ayahnya meninggalkan Barry dan ibu nya, untuk kembali ke negaranya, mengabdi pada benuanya.



Melalui potongan cerita kakek, nenek dan ibunya, tentang keluarganya yang berpindah-pindah sampai akhirnya menetap di Hawaii. Dan potongan cerita tentang Ayahnya, Barry mencoba menarik garis asal usul keberadaannya dan menduga-duga pemikiran kedua orangtua dari ibunya yang membiarkan putrinya menikahi seorang kulit hitam. Menikah pada tahun-tahun di mana perkawinan antar ras dianggap sebagai kejahatan. Dimana ada aturan tak tertulis yang mengatur agar orang kulit putih berhubungan seminimal mungkin dengan ras-ras tertentu. Termasuk dalam transaksi perdagangan dan pergaulan sosial. Tapi pada akhirnya waktu yang membuat ’rasa kemalangan’ berubah menjadi kebanggaan. Ada kekaguman dibalik setiap cerita kakeknya tentang sosok Ayahnya. ”Ada satu hal yang dapat kau pelajari dari ayahmu,”ujar kakeknya. ”Percaya diri. Rahasia kesuksesan manusia.”



Pernikahan ibunya, Ann Dunham, yang kedua kalinya dengan seorang pemuda Indonesia, Lolo, mengantarkan Barry merasai tinggal di Indonesia. Walaupun tinggal di negeri asing dengan kurun waktu yang relatif singkat, tidak membuat Barry kehilangan keceriaan dan kenakalan khas seorang anak laki-laki seusianya (hal 59). Lolo menganggap Barry sebagai anaknya namun begitu ada jarak di antara mereka. Barry menyebutnya dengan istilah kepercayaan antarpria. Perbincangannya dengan Lolo tentang banyak hal sedikit banyak mempengaruhi pandangannya tentang kehidupan. Termasuk ingatan tentang kemiskinan, kekuasaan, korupsi dan ketidakjujuran yang dilihatnya selama ia tinggal di Indonesia.



Saat Barry tinggal dan sekolah di Indonesia dan ibunya tidak mampu menyekolahkannya ke sekolah internasional karena itu Ann Dunham melengkapi pendidikan Barry dengan pelajaran-pelajaran dari kursus korespondensi di Amerika.

’sekarang upaya ibuku berlipat ganda. Selama lima hari dalam seminggu, dia datang ke kamarku pukul empat dini hari, memaksaku menyantap sarapan, dan melanjutkannya dengan mengajariku pelajaran bahasa inggris selama tiga jam sebelum pergi sekolah dan dia berangkat kerja’ (hal 72)’


Setelah melengkapi pendidikan Barry di tanah air dengan pelajaran dari kursus korepondensi AS, Barry kembali ke Hawaii dan sekolah di Akademi Punahou. Sebuah sekolah yang cukup bergengsi di Hawaii. Tak lama ibunya bercerai dengan Lolo dan menyusulnya ke Hawaii dengan adik perempuan hasil pernikahannya dengan Lolo, Maya.



Kepindahannya kembali ke Hawaii menjadi babak baru bagi kehidupan Barry. Mulai munculnya kegelisahan akibat ia berkulit hitam dan ada perlakuan berbeda karenanya.

Menginjak remaja kegelisahan itu berubah menjadi rasa frustasi dan skeptis. Ia marah dan bingung dengan identitasnya. Tapi ia tak dapat melampiaskannya, ia tidak bisa membenci orang kulit putih, yang selama ini mendiskriminasikannya, karena ibunya, kakek dan neneknya berkulit putih dan mereka menyayangi dan selalu berusaha melindungi perasaannya sejak ia kecil bahkan membanggakannya. Barry melampiaskan rasa frustasi dan kebingungannya dengan minum–minuman keras dan ganja. Sebuah proses pencarian jati diri. Namun berkat dukungan ibunya, Barry berhasil melewati itu semua.


Chicago

Bab yang menceritakan aktivitas Obama sebagai Penggalangan masyarakat (community organizer). Pada mulanya hanya sekedar gagasan yang datang dan pergi perihal keinginannya menjadi aktivis penggalangan masyarakat. Namun rencana pertemuannya dengan Auma (adik dari ibu yang berbeda) yang gagal membuat Barry yakin dengan pilihannya untuk menjadi aktivis. Meninggalkan kemapanan sebagai karyawan di sebuah lembaga konsultan untuk perusahaan–perusahaan multinasional.

Karena yang diharapkan dari kedatangan Auma bukan sekedar pertemuan tapi jawaban atas kegelisahan terhadap keberadaan dirinya. Kulit hitam, Kenya dan Ayahnya.



Menggerakkan kaum miskin dan penyumbang pada masyarakat karena perubahan akan muncul dari massa akar rumput yang diberdayakan, itulah pandangan politik Barry perihal penggalangan masyarakat. Ia mendatangi rumah mereka satu persatu dan mendengarkan keluhan mereka, menggalang massa, sampai menuntut walikota untuk membongkar asbes apartment yang terbuat dari bahan yang dapat mengganggu kesehatan.

Aktivitas yang membuatnya mengenal lebih dekat permasalahan kaum miskin dan kulit berwarna; Diskriminasi, sikap skeptis, stereotif yang negatif yang melekat pada orang kulit hitam, pengangguran dan fasilitas publik yang rusak.



Dan aktivitas inilah yang mengawali karir politiknya dengan menggusung ide perubahan.



Kenya

Bab ini menjawab keingintahuan saya soal keluarga Barack Obama di Kenya tanah kelahiran ayahnya. Obama melakukan perjalanan ke Afrika sebelum ia masuk kuliah di Harvard. Perjalanan yang merupakan upaya Obama mencari akar dan budaya keluarganya. Di sini Obama bertemu dengan adik-adik tirinya, paman, bibi dan neneknya. Melalui cerita neneknya, ia menjadi tahu silsilah keluarga besarnya, didikan dan karakter keras kakeknya yang menempa ayah Obama sehingga bisa mewujudkan impiannya sekolah di Amerika. Ia pun jadi tahu, prinsip yang dipegang teguh ayahnya yang membuat karirnya dipemerintahan hancur. Rangkaian ceita ini membuatnya merasa ia lebih mengenal Ayah dan mimpi-mimpi yang diwariskannya.



Di sini juga, Obama mulai mengerti arti dan nilai sebuah keluarga. Bukan sekedar rantai genetik atau konstruksi sosial.



Buku yang sangat detail penuturkan pergulatan pemikiran Obama. Dengan tuturan berbentuk percakapan dan deskripsi yang baik membuat buku ini jauh dari kesan kaku layaknya sebuah biography. Saya memerlukan keseriusan untuk bisa memahaminya malah kadang terasa melelahkan membacanya, mungkin karena saya lebih terbiasa membaca buku dengan bahasa dan gagasan sederhana. Tapi kelelahan itu terbayar dengan apa yang saya dapatkan setelah membaca buku ini. Bagaimana sebuah harapan dan mimpi besar bisa terwujud. Dan satu hal lagi yang saya pelajari, berpikir. Yang membedakan orang besar dan orang biasa adalah caranya berpikir dan selalu berpikir untuk mencari jawaban dari kegelisahan akibat ketidaktahuan dan kebingungannya. Dan dari berpikirlah sebuah gagasan besar timbul.



Buku ini menjadi bestseller versi New York Times dan meraih British Book Award 2009 katagori Biography Terbaik. Saya setuju dengan komentar yang diberikan Toni Morrison, pemenang nobel sastra, bahwa ini adalah ’buku yang luar biasa dan unik.’



Semoga buku ini menginspirasi banyak orang di Indonesia termasuk para mama. Bahwa peran seorang mama sangat menentukan keberhasilan seorang anak kelak. Menentukan karakter, kepribadian dan pola pikir yang kelak dimilikinya.


Note : Warna font baru (sebagai sample - lihat di polling di side bar kanan)

0 komentar:

Posting Komentar