Judul buku : Kicau Kacau
Penulis : Indra Herlambang
Penerbit : Gramedia
Tahun : Februari 2011 (cetakan 1)
Hal : xv + 332 halaman
Kicauan Seorang Entertainer
Terus terang dan sejujurnya, saya enggan membeli dan membaca buku yang ditulis selebritis jika tidak atas rekomendasi seseorang karena dinilai bagus. Dan buku ini termasuk yang direkomendasikan beberapa teman.
Sesuai judulnya buku ini memang berisi kicauan seorang Indra Herlambang, entertainer yang dikenal sebagai hostnya acara gosip di sebuah stasiun tv. Kicauan mengenai hal-hal kecil dan biasa yang terjadi di sekelilingnya. Ditulis dengan gaya yang nyeleneh, sudut pandang yang berbeda dan kadang nyeleneh sehingga . Entah itu tweeter.
Bab pertama berisi kiacauan Indra soal gaya hidup dan hidup gaya. Jejaring sosial sebagai bagian dari gaya hidup atau hidup gaya tidak lepas dari kicauannya seperti dalam tulisan yang berjudul sama dengan judul bukunya Kicau Kacau (hal 5). Apa yang dialami Indra yang keranjingan ngetwit mungkin juga pernah dirasakan banyak orang, menjadi twitter addict (atau fb addict) yang selalu meng up date status. Apa jadinya ketika kicauan atau status seseorang dibalas dengan kalimat kurang sedap termasuk mengangkat isu politik, kritik pedas dan lelucon berbau politik? Tentu menyelam di dunia ini tidak lagi fun. Seperti yang sempat saya alami, gerah dengan status teman yang alay atau melulu mengomentari isu politik (apa gak capek ya?), dengan senang hati saya mendelete teman-teman. Bagi saya jejaring social untuk kesenangan dan memanfaatkannya.
Tulisan di hal 38 mengenai gerakan 1000 langkah. Di dorong rasa penasarannya Indra menghitung langkahnya sendiri selama seharian beraktifitas dan hasilnya tidak mencapai 1000 langkah. Itu artinya? Awalnya tulisan ini terkesan mengkritisi gerakan 1000 langkah yang digusung produk tertentu namun diakhir tulisan saya dibuat tercenung dengan kalimat ….bukan lagi berapa banyak langkah yang kita buat tahun ini, tapi kemana saja langkah itu akan membawa kita pergi.
Walaupun dalam tulisannya Indra mengaku tak tahu banyak soal politik tapi di bab 3 buku ini yang berkicau mengenai Jakarta, Indonesia dan kesehatan jiwa, kita bisa tahu pengetahuan dan rasa kepedualian seorang Indra soal politik di negeri ini cukup baik. Tanpa menghakimi namun kritis. Ini bisa diliohat dalam tulisannya yang berjudul playground mahabesar bernama Negara. Tulisan yang berisi kritikan terhadap pejabat atau nagarawan yang kadang tingkah lakunya seperti komedian dan kekanak-kanakan. Entah tingkah lakunya maupun statmentnya. Dan sikap kekanak-kanakna itu tentu tentu tidak lepas dari sikap mereka saat kecil dulu. Sikap yang ditanamkan orang tua mereka. Mau menerima kekalahan kah? Jujur atau curang? Sebuah sentilan untuk para orang tua (termasuk saya) yang tidak bisa dilepaskan dari perannya sebagai penentu masa depan bangsa alias melahirkan generasi penerus.
Penjara politik dan eksklusif tidak lepas dari kritik Indra namun lagi-lagi saya sebagai pembaca dibuat kembali memikirkan pikiran saya sendiri mengenai mereka-mereka yang menikmati penjara ekslusif. Apa yang dilakukan narapidana berkantung tebal itu ada benar juga, mereka berusaha menikmati masa dipenjara, caranya ya dengan cara mendekorasi ulang penjara agar nyaman untuk mereka. Membeli tv, memakai AC, wallpaper dsb. Jadi siapa yang sebenarnya dalam penjara? Jangan-jangan saya karena isi kantung kurang tidak bisa melakukan banyak hal yang sebenarnya saya inginkan, sebut saya misalnya AC. Ya, rumah saya belum berAC. Hahahaha
Buku yang cerdas.
0 komentar:
Posting Komentar