Judul Buku : Tentang Kita
Penulis : Reda Gaudiamo
Penerbit : Stiletto Book
Tahun : Mei, 2015
Hal : 188
ISBN : 978-602-27-572379
Potret keluarga dalam
sebuah fiksi
Membaca cerpen dalam buku kumpulan
cerpen yang di tulis Reda Gaudiamo,
seperti bercermin pada keseharian. Kejadian yang begitu dekat dengan kehidupan. Satu atau dua cerpen dalam buku ini mungkin ada kesamaannya dengan
kisah hidup teman, tetangga, saudara atau kita sendiri sebagai pembaca. Konflik
keluarga, seorang ibu yang mendambakan
menantu ideal untuk putrinya, hubungan
kakak adik, persahabatan, gelora jiwa muda anak sma, dilema pasangan urban baru
menikah, antara menunda memiliki anak atau langsung memiliki anak. Seperti dalam cerpen berjudul Tentang Kita,
yang sekaligus menjadi judul buku kumpulan cerpen ini.
“Kita tidak punya apa-apa. Rumah masih kontrakan. Sempit pula. Kalau
dia lahir, mau di taruh di mana? Tempat ini jauh dari keramaian, dari pusat
kota. Kendaraan sendiri tidak punya.
Kalau aku melahirkan malam-malam, mau naik apa kita ke rumah sakit? Seperti apa
kacaunya...”
Lalu ketika akhirnya janin tumbuh
di luar rencana, dan keadaan membenturkan pada situasi yang memaksa untuk
memilih, cukup kuatkan naluri seorang ibu? Tanpa menghakimi atau menggurui,
penulis menuntaskan cerpen ini dengan akhir yang memikat sekaligus membuat
merenung.
Cerpen berjudul Anak ibu dan Menantu
di halaman 31 dan 113, mengingatkan saya pada sebuah kalimat ‘setiap orangtua
menginginkan yang terbaik untuk anaknya’, kalimat yang kerap kali menjebak
orangtua pada upaya memilihkan bahkan memaksakan kehendak pada anak dengan
alasan untuk kebaikan anak kelak. Dengan asumsi kebaikan untuk anak menurut
orangtua sama dengan kebahagiaan anak.
Cerpen berjudul 24 x 60 x 60
memotret dengan sederhana keseharian yang
khas keluarga urban. Suami dan istri yang sama-sama di sibukkan dengan urusan
pekerjaan, kemacetan dan sempitnya waktu untuk keluarga. Pagi hari selalu huru
hara karena terlambat bangun dan menyiapkan kebutuhan anak.
Cerpen dalam buku ini terdiri
dari 17 cerpen dan sepertinya di susun dengan pertimbangan tertentu, karena
seperti memiliki alur, dan di tutup
dengan cerpen berjudul Pada Suatu Pagi, berkisah tentang seorang ibu di masa
tuanya. Harapan yang mewakili perasaan
kaum ibu dan orangtua pada umumnya.
“Bukan pemakaman terbaik, termewah dan kelompok pembaca doa berseragam
yang kunanti, tapi percakapan, gelak tawa, berbagi cerita yang berlangsung
ketika kita masih bersama...”(hal 203)
Walaupun semua cerita berkutat
pada keseharian yang begitu lekat dengan kehidupan, namun pembaca tidak akan kehilangan
greget saat membacanya. Bukan karena penulis mengemasnya dalam kata yang penuh
metapor yang wah dan menjelimet, justru
sebaliknya. Penulis menggunakan bahasa sederhana, lugas dan to the point. Dan walaupun minim
deskripsi karena pilihan katanya tepat, mampu membawa pembaca membayangkan situasi saat percakapan terjadi
dalam cerpen tersebut. Seperti kutipan berikut (hal 113);
“Jadi kamu mau di kawini si Jawa itu?”
“iya.”
“Aduh, hitamnya.”
“Tidak apa-apa.”
“Nanti anakmu jadi hitam kelam.”
Selain bahasa yang lugas, penulis
juga menggunakan sudut pandang yang tidak biasa. Pemilihan sudut pandang ini yang membuat tulisan penulis berbeda dengan
penulis fiksi lain walaupun tema yang diangkat sama. Sudut pandang yang juga membuat cerita lebih hidup
dan menyentuh sisi kehidupan tanpa memaparkan nilai-nilai cerita dalam bentuk
kalimat namun terpaparkan secara tersirat dalam setiap cerita, tanpa menggurui
atau menghakimi. Hingga cerpen dalam buku ini terasa bersahaja, sederhana dan
lugas walaupun begitu hampir setiap cerpen dalam buku ini memiliki kejutan,
entah dari sudut pandang yang dipilih
maupun ending cerita.
Kepiawain penulis, Reda Gaudiamo,
dalam mengolah kata, memilih tema dan sudut pandang, tak lepas dari profesinya
sebagai jurnalis yang pernah mengelola beberapa media massa gaya hidup.
Cerpen dalam buku ini di tulis dalam rentang waktu yang cukup panjang dan merupakan cerpen yang pernah dimuat di berbagai media massa. Namun teman yang diangkat dalam setiap cerpen membuat tak lekang waktu.
Quote yang paling saya suka ada di halaman 203, dalam cerpen terakhir di buku ini dan sudah saya kutif di atas. Quote yang mengingatkan saya bahwa itulah yang harus saya lakukan kelak jika Ibu atau Bapak saya sudah sepuh.
Tulisan ini diikutsertakan dalam “Tentang Kita Reading Challenge – Stiletto Book”,
link review di goodreads https://www.goodreads.com/review/show/1307479406?book_show_action=false
email rina_fam@yahoo.com
twitter @rinasusanti
1 komentar:
Baru ini lho buku kumcer yg aku baca sekali habis, keren memang ya Rin. Gudlak reading challengenyaaaa :))
Posting Komentar