Judul Buku : A Cup Of Tea for Writer
Penulis : Triani Retno A, Herlina P. Dewi dkk
Penerbit : Stiletto Book
Tahun : 2012
Hal : 195
ISBN : 978-602-7572-06-5
Kisah Inspiratif Para Penulis
Kesuksesan JK Rowling memperoleh
kekayaan dan popularitas dari menulis cukup menginspirasi banyak orang untuk menjadi
penulis. Tapi profesi menulis di tanah
air dinilai tidak bisa mensejahterakan tak heran jika keinginan menjadi penulis
kerap ditentang keluarga. Seperti yang dialami Ririe Rengganis dan Monica Anggen.
Berikut cuplikan percakapan Ririe
Rengganis dan Ayahnya, saat Ririe memutuskan kuliah di Fakultas Sastra (hal
81);
“Mau jadi apa kamu nanti kalau sekarang ngotot kuliah di Fakultas
Sastra?” tanya Ayah dengan amarah menggelegar di siang bolong.
“Jadi penulis,” jawabku singkat.
“Penulis tidak bisa hidup sejahtera di negeri ini. Masa depanmu akan
suram bila kamu memilih jado penulis!”
Atau penggalan berikut ini, yang
saya kutip dari tulisannya Monica Anngen (hal 81);
“Cukup! Apa yang mau kau harapkan dari menulis? Kaya? Berapa banyak
penulis kaya? Yang ada kamu bakal jadi gembel!” teriakan Papaku bergema
memenuhi ruangan.
Namun penentangan ini tidak
menyurutkan langkah Ririe Rengganis dan Monica Anggen untuk tetap mewujudkan
impiannya menjadi penulis karena bagi keduanya menulis bukan lagi sekedar demi
materi tapi cinta.
Menulis itu candu, ingin lagi dan
lagi terlebih setelah diterbitkan entah di media massa, dalam bentuk buku antologi
atau buku solo. Kepuasannya bukan sekedar materi yang di dapat tapi rasa bangga.
Rasa bangga yang jika tak hati-hati bisa menimbulkan rasa sombong dan merasa
hebat. Seperti yang dialami Whianyu
Sanko (hal 16), yang akhirnya membuat dia tersadar bahwa tak ada
penulis sombong. Kau tahu, rasa sombong selalu berharga mahal.
Menulis adalah terapi jiwa itu
yang dirasakan Triani Retno A, penulis yang namanya sudah tidak asing lagi di
tanah air. Sudah menulis 20 buku solo, beberapa antologi, tak terhitung tulisannya yang sudah dimuat
di beragam media massa. Sempat vakum dari dunia kepenulisan namun masalah dalam
rumah tangga yang dialami Triani Retno membuatnya ingin kembali menulis. Karena menulis membuat saya lebih tenang.
Lebih lega. Lebih bisa berpikir jernih (hal 5). Dan sejak itu Triani
kembali produktif menulis.
Nama lain yang sudah tidak lagi
bagi pecinta literasi tanah air, yang membagikan kisah sukses dan suka dukanya
menjadi penulis adalah Ollie pemilik nama lengkap Salsabeela, pemilik toko buku
online kutukutubuku.com dan online self-publishing NulisBuku.com dan sudah
menulis lebih dari 20 buku. Ollie memulai semuanya dari mimpi. Mimpi menjadi
penulis.
Ada juga kisah Ika Natassa,
penulis beberapa novel metropop best seller yang juga seorang bankir. Reda Gaudiamo,
penulis yang sempat malang melintang di berbagai media massa dan Herlina P.
Dewi yang tak lain adalah editor dan CEO penerbit.
Seperti apa kisah lengkap mereka?
Semuanya dikemas dalam salah satu serial A Cup Of Tea dari penerbit Stiletto
Book dengan judul A Cup Of Tea For
Writer. Membaca kedua 20 kisah inspiratif
dalam buku ini bisa memotivasi pembaca yang ingin jadi penulis tapi merasa
gagal karena masih sering ditolak media atau penerbit. Yap, untuk sampai
tulisan kita dinikmati orang banyak perlu proses yang tidak mudah tapi juga
tidak sulit jika terus belajar (banyak membaca) dan berlatih (terus menulis). Bagian terakhir buku ini berisi 10 tips menulis dari Reda Gaudiamo.
A Cup Of Tea For Writer adalah
buku keempat dari serial A Cup Of Tea yang sudah diterbitkan Stiletto, ada
banyak kesamaan buku ini dengan buku seri ketiga yaitu A Cup Of Tea Menggapai
Mimpi – seri lain yang sudah saya review bisa dilihat di sini .
Kesamaannya dengan buku ketiga kebanyakan impian yang ingin digapai penulis
adalah menjadi penulis. Jadi membaca buku ini kurang gregetnya jika sudah
membaca buku seri ke tiganya. Namun kehadiran penulis tamu yang namanya sudah
dikenal luas pembaca tanah air, dalam buku ini menjadi nilai nambah.
Direkomendasikan untuk para
penulis pemula (seperti saya) agar tak patah arang. Keep your hand writing J .
‘Membacalah empat jam sehari dan
menulislah empat jam seharikalau kau tidak bisa meluangkan waktu untuk itu, jangan
harap kau bisa menjadi penulis yang baik’ (Stephen King)
2 komentar:
wah, buku yang menarik, mak. memang antara nulis dan membaca harus seimbang, biar amunisi pas nulis lancar.
Makasih sharingnya, jadi pengen baca langsung.
Posting Komentar