Selasa, Maret 08, 2011

Memaknai Sakinah


Judul: Sakinah Bersamamu
Penulis: Asma Nadia
Penerbit: Asma Nadia Publishing House, Jakarta
Cetakan: I, Oktober 2010
Tebal: xxii+344 hal. (termasuk promo buku)






Sakinah berasal dari bahasa arab yang mengandung makna ketenangan. Lebih luas Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul perempuan, menjelaskan jika sakinah atau ketenangan yang dimaksud adalah ketenangan yang dinamis. Artinya ketenangan yang lahir setelah adanya gejolak yang tertanggulangi karena adanya pehamanan dan penghayatan terhadap agama sebagai tuntunan.

Itu pula yang ingin disampaikan Asma Nadia dalam bukunya yang berjudul Sakinah Bersamamu. Bahwa perpedaan pendapat, latar belakang, karakter dan kebiasaan bukan sebuah halangan untuk mencapai sebuah rumah tangga yang sakinah. Justru sebaliknya, perbedaan itu yang mendewasakan dan memberi pencerahan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. 

Buku setebal 344 hal yang merupakan kumpulan cerpen Asma Nadia yang sebenarnya sudah pernah diterbitkan secara terpisah diberbagai media masa dan buku kumpulan cerpen. Sesuai judul bukunya, thema cerpen-cerpennya seputar masalah yang kerap terjadi dalam rumah tangga. Cerpen pembuka berjudul Rahasia mas Danu. Rahasia yang ingin diungkapakan mas Danu pada istrinya mungkin hal yang sangat biasa bagi pasangan lain, just say ‘I love u’. Tapi karena mas Danu dibesarkan dalam keluarga yang tidak biasa mengungkapkan perasaan secara verbal maka hal seperti itu menjadi sulit. Apa yang mas Danu alami mirip dengan yang saya alami. Gak heran jika sampai sekarang suami kerap menggoda,”kalau sayang ngomong donk. Jangan masak atau beres-beres melulu.” Ya, saya lebih nyaman mengungkapkan sayang dan cinta suami dengan berusaha menjadi istri dan mama yang baik untuk si kecil. Dan cukup lama juga untuk kami akhirnya bisa saling memahami soal ungkap mengungkapkan rasa sayang dan belajar menjadi apa yang diinginkan pasangan. 

Cerpen kedua mengingatkan saya pada nasehat yang kerap dikatakan mama dan nenek jauh sebelum saya menikah. “kalau sudah menikah jangan suka dasteran.” Waktu itu saya hanya mengerutkan kening. Dalam hati berguman; dasteran? Daster aaja gak punya terus ngapain pake daster kayak ibu-ibu. Setelah menikah barulah tahu rasanya nyaman dasteran apalagi yang udah lama, adem. Dan memang apa yang dinasehatkan mama dan nenek benar. Suami suka protes kalau saya dasteran katanya kelihatan dekil. “Tahu gak Rin, setiap hari Abi lihat cewek cakep, wangi, modis.” Saya jadi teringat pada kantornya yang terletak di lantai 17 dari puluhan lantai sebuah gedung perkantoran di Jakarta yang membuatnya mau tidak mau berpas-pasan dengan perempuan-perempuan wangi. “Kalau mata bisa dijaga. Tapi masa iya nutup hidung.” Untunglah suami tipe yang blak-blakkan jadi mudah untuk saya memahami keinginannya.

Bicara soal rumah tangga tentu tidak bisa lepas dari persoalan si buah hati. Dan dalam buku ini ada dua cerpen yang sangat menyentuh perihal hubungan seorang mama dengan buah hatinya. Cerpen yang saya yakin akan membuat para mama mensyukuri kehadiran si kecil sebagai amanah dan ladang amal. Atau malah mungkin sedikit ‘menyentil’. Pengetahuan agama cukup, tahu dalil dan hadits tapi saat berhadapan dengan kenyataan yang tidak siap kita terima, kita mengabaikannya.
Dua cerpen lain yang berjudul Ibu Pergi Sebulan dan Nyonya Kokom dan Para Suami, berisi pesan moral yang cukup dalam. Tentang menjaga lisan dan kejujuran yang secara tidak sadar kerap terabaikan padahal bisa berakibat fatal.

Masalah rumah tangga lain adalah hadirnya perempuan lain dengan cara yang halal (poligami) atau pun haram (selingkuh) dan ini sangat sensitif bagi seorang istri. Pemahaman dan pengetahuan agama yang cukup pun bukan jaminan bagi seorang perempuan untuk siap dipoligami, ini bisa dilihat dari cerpen-cerpen Asma Nadia yang mewakili thema ini. Dan itu memang kenyataan. Begitupun yang terjadi pada seorang laki-laki, pengetahuan, pemahaman, besarnya cinta seorang istri dan kehadiran buah hati kadang tidak menyurutkan langkah seorang suami untuk berpoligami. Dan ini yang tidak saya temukan dalam cerpen-cerpen di buku ini. Padahal ini pun realita yang harus dihadapi seorang istri.

Walaupun tidak semua persoalan rumah tangga ada dalam cerpen-cerpen di buku ini tapi cukup mewakili dan bisa jadi contoh berharga. Terlebih setiap cerpen dalam buku ini disertai bahasan dari penulis mengenai hikmah berikut tips dan trik mencapai sakinah. Dan cerpen-cerpen dalam buku ini cukup lengkap memancing emosi pembacanya. Lucu, sedih, simpati, kesal dan tercenung. Saya yakin bukan hanya saya sebagai pembaca yang akan merasa ada kesamaan kisah dengan satu atau beberapa cerpen dalam buku ini.

Bicara soal desain dan cover buku. Sejujurnya saya kurang ‘sreg’ dengan foto penulis sebagai cover depan. Alasannya, karena memberi kesan ‘menjual’ sosok penulis. Tapi memang ok untuk tujuan marketing. Tapi mungkin ini lebih ke soal selera. Don’t judge the book by the cover. Buku ini recomended untuk pasangan muda. (rs)