Selasa, Juli 07, 2009

East Wind West Wind, Angin Timur Angin Barat***


Peresensi : Rini Nurul Badariah

Kwei-lan mempersiapkan diri sebagaimana telah diajari dan dipesankan ibunya. Seorang suami dipanggil dengan sebutan 'tuanku' dan tugas istri adalah mempersembahkan putra untuk meneruskan keturunan. Apabila tidak memiliki anak lelaki, ia harus siap merelakan suaminya mengambil selir seperti ayahnya [meski toh Kwei-lan memiliki kakak lelaki]. Sejak kecil ia terbiasa dengan larangan-larangan, berpisah tempat kediaman dengan kakaknya sendiri sejak usia sembilan tahun. Ia tak dapat berakrab-akrab dengan saudara kandung satu-satunya itu hingga sang kakak tumbuh menjadi sosok berbeda.

Namun ternyata, suaminya bukan pria Cina kebanyakan. Ia menentang banyak takhyul dan pemikiran tradisional, menyatakan terang-terangan bahwa dirinya dan Kwei-lan terpaksa menerima perjodohan sejak mereka masih kecil. Kwei-lan terhenyak karena sang suami memilih kamar tidur berbeda meski sebisa mungkin menyimpan kekecewaannya. Toh perlahan-lahan, pria yang berprofesi sebagai dokter yang menimba ilmu di negeri seberang itu menunjukkan kepeduliannya. Ia meminta Kwei-lan melepas ikatan kaki yang menyiksa fisik dan kurang baik bagi kesehatan, meski sang istri melakukannya semata untuk menyenangkan suami.

Ciri khas karya-karya Pearl S. Buck adalah menyuguhkan pertentangan budaya. Berlatarbelakang kehidupan masyarakat Cina tahun 1930-an, East Wind West Wind merekam dengan baik perubahan pola pikir melalui mereka yang menempuh pendidikan di luar negeri. Kwei-lan berangsur mengakui kebenaran pendapat suaminya, semisal ketika ia mampu berlari dengan sehat setelah ikatan kakinya dilepas, saat putra mereka kesakitan ditindik anting emas oleh neneknya demi mengelabui dewa jahat yang biasa merenggut anak-anak lelaki kecil, juga rias wajah yang terlalu tebal dan justru mengerikan dalam rumah bergaya Barat yang terang benderang. Sisipan pesan paling mendasar terdapat pada ucapan Mrs. Liu, "Ambil yang baik dan buang yang tidak sesuai." Kwei-lan belajar untuk tidak lagi menganggap warna putih melulu tanda perkabungan, meski sukar. Saat akhirnya sang suami menyatakan cinta, dan bahwa keduanya memiliki putra mereka bersama, adalah adegan termanis dalam romansa bernada oriental kental ini. Membaca halaman demi halaman terasa hidup, setelah saya tanpa sengaja menonton beberapa film Korea dan Hongkong.

Kecamuk dua dunia lebih kuat dihadirkan melalui problematika baru, kala kakak Kwei-lan bersikeras menikah dengan gadis Amerika. Dengan gaya epistolary yang lembut, Pearl S. Buck membeberkan keluguan Kwei-lan yang masih tak mengerti letak pesona Mary, kakak iparnya. Sub plot pertengkaran kedua orangtua Kwei-lan dengan kakaknya yang jelas-jelas telah menyalahi adat istiadat dan dianggap mempermalukan klan amat membadaikan perasaan, utamanya kala sang ibu sakit keras. Hati yang bersikukuh pada keinginan masing-masing, mengedepankan cinta, yang lain menggenggam kehormatan, membiarkan Kwei-lan dalam kebingungan menghadapi dua pihak yang sama-sama ia kasihi. Sementara Mary merana dalam upayanya beradaptasi sebab ia menjadi tontonan budak-budak pelayan yang tak biasa melihat orang asing.

Pemaparan pengarang sangat cemerlang, kala kesadaran Kwei-lan tersentak di satu titik: ia pun tidak rela berbagi suami yang dicintainya itu dengan selir, seperti halnya Mary tak biasa dengan pemikiran demikian. Karakter kakak Kwei-lan yang berani mengambil sikap menjadikan penyelesaian cerita bertambah memikat. Bahwa selalu ada yang harus dikorbankan untuk kebahagiaan, selalu ada saat kita dilanda dilema. Tanpa menyudutkan pihak mana pun atau keberpihakan pada satu kubu, novel perdana Pearl S. Buck ini menjadi buah pena yang kemilau. Pantas untuk dikoleksi dan dibaca berkali-kali.

ENSIKLOPEDI ISLAM


Judul Buku : Ensiklopedi Islam
Penulis : Para Cendekiawan Muslim Indonesia
Penerbit : Ichtiar Baru Van Hoeve, PT
Tahun Cetakan : 2005/ Edisi Baru 1
Peresensi : Rina Susanti


ENSIKLOPEDI ISLAM memuat segala aspek tentang islam yang disusun secara alfabetis (A-Z).

Karya besar para cendekiawan muslim Indonesia ini merupakan rujukan yang andal dan akurat bagi pembaca yang ingin tahu tentang islam klasik dan kontemporer.

Halaman : 2.504 terdiri dari 8 Jilid (7 Jilid Utama dan 1 Jilid Faktaneka dan Indeks).
1.324 entri dan 33 faktaneka. 1.250 ilustrasi berwarna 19.000 indeks.
Rujuk silang, tranliterasi dan daftar pustaka dilengkapi CD ROM Kutipan dari JILID I
Halaman : 312 + XIV

Buku jilid I dilengkapi dengan cara penggunaan buku. Seperti arti tanda bintang yang akan kita temui pada sebuah kata atau konsep dalam teks menunjukkan kata atau konsep itu merupakan entri utama yang terdapat pada alfabetnya masing-masing sebagai bahan rujukan silang. Contoh: Menurut mahzab *Hanafi, Wadi'ah adalah・selengkapnya tentang Hanafi dapat kita ketahui pada entri Hanafi. Daftar pustaka dan nama penulis setiap naskah tercantum diakhir artikel, penulis merupakan pakar yang ahli di bidangnya. Pada jilid I ini, dimulai dengan kata Abangan dan berakhir dengan kata Barbar.

Berikut kutipan dari buku JILID I. ABANGAN
Istilah Islam abangan mungkin kerap kita dengar. Merupakan sebutan untuk pemeluk Islam di Jawa yang tidak begitu memperhatikan perintah agama Islam dan kurang memenuhi kewajiban agamanya. Mengaku sebagai muslim tapi cara hidupnya merupakan perpaduan unsur Islam, Hindu, Buddha dan unsur asli atau bercorak sinkretis.
Sebagai konsep antropologis, istilah abangan diperkenalkan oleh Clifford Geertz. Menurutnya abangan sebagai padanan -bukan antitesis-bagi golongan bukan santri. Munculnya abangan pada masyarakat Jawa disebabkan oleh proses islamisasi yang beragam dan berpapasan dengan kebudayaan asli jawa. Pada akhirnya pengaruh islam mencari kompromi.

Ciri-ciri abangan dalam kepercayaan dan amal dapat dilihat dalam upacara yang dilakukan. Upacara pokok dalam tradisi abanagn ialah slametan (mengadakan kenduri). Yang melambangkan persatuan mistik dan sosial dari orang yang ikut serta dalam slametan. Slametan diadakan pada hampir setiap kesempatan yang mempunyai arti upacara seperti kehamilan, kelahiran, perkawinan, kematian, hari raya Islam (Idul fitri atau Maulud Nabi SAW) dan panen.

Disamping sebagai golongan sosial religius, abangan memainkan peranan sebagai kekuatan sosial politik. Persaingan ini pernah menjadi faktor penentu bagi sejarah sosial dan politik Jawa. Sikap politik golongan santri dan abangan berbeda di bawah pengaruh ideologi politik yang berlainan.

ARKOUN, MOHAMMED (Kabylia, Aljazair, 2 Januari 1928) hal 201
Adalah seorang pemikir Islam kontemporer yang mengajukan ide islamologi terapan untuk mengimbangi islamologi barat yang menurutnya tidak rasional. Menurutnya, islamologi klasik lemah karena tidak memiliki satu refleksi pemikiran dan metodologi. Ia menawarkan analisis kritis untuk membuka pemikiran atas banyak hal.

Dalam pendidikannya, Arkoun mengkhususkan diri di bidang teologi, filsafat dan hukum. Pada saat terjadi perang antara Aljazair dan Perancis (1954-1962), Arkoun melanjutkan studinya ke Paris, dengan tetap menekuni bidang bahasa dan sastra Arab. Tahun 1956-1959 ia menjadi guru di sebuah sekolah menengah atas di Strasbourg dan memberi kuliah di Fakultas Sastra Universitas Strasbourg. Setahun kemudian ia diangkat menjadi dosen pada universitas Sorbonne Paris.

Yang menonjol dari sikap kesarjaan Arkoun adalah penolakannya terhadap segala bentuk dogmatisme. (bz)

Rabu, Juli 01, 2009

Penjaga Kakakku - My Sister Keeper


Penulis : Jodi Picoult
Penerbit : Gramedia
Tahun/Edisi : 2008/V
Halaman : 523
Penulis Resensi : Rina Susanti
Resensi ini dipublish :
http://www.koki-kolomkita.com/baca/artikel/4/354/my_sister_keeper_penjaga_kakakku

Kate didiagnosa mengidap leukimia promielostik akut atau kanker darah jenis APL saat berumur dua tahun. Dengan pengobatan agresif, dokter memperkirakan umur Kate hanya bisa bertahan sekitar 9 bulan sampai tiga tahun. Kate kecil pun mulai menjalani kemoterapi yang menyakiti tubuhnya. Dengan efek samping, diare tanpa henti, muntah, rambut ikalnya rontok dan kulitnya rusak. Agar tubuh Kate bisa memproduksi sumsum tulang yang sehat diperlukan pencangkokan sumsum orang lain ke tubuh Kate. Untuk memperkecil resiko kematian, donor transplantasi harus dilakukan dari saudara dekat.
Kakak Kate, Jesse, yang umurnya terkait dua tahun, terbukti tidak mempunyai kecocokan genetik dengan Kate. Sara dan Brian, kedua orang tua Kate, memutuskan mempunyai anak lagi dengan maksud anak ini menjadi donor bagi Kate. Karena dimaksudkan menjadi donor bagi Kate, kehamilan dilakukan melalui program bayi tabung, di mana dokter bisa memilah embrio mana yang memiliki kecocokan genetik dengan Kate dan embrio itulah yang di simpan dalam rahim Sara. Brian memberi nama Anna, yang sebenarnya merupakan singkatan dari nama putri di langit, Andromeda.
Satu hari setelah Anna lahir, Kate menjalani trasplantasi dari darah tali pusat milik Anna. Tentu saja transplantasi ini tidak menjamin kesembuhan Kate, bisa dikatakan sekedar memperpanjang umur Kate. Tahun kelima setelah transplantasi tali pusat, penyakit Kate kambuh. Dokter menyarankan Kate menjalani infus limposit donor. Dengan harapan sel darah putih sehat dari donor ini yang akan melawan sel leukimia. Dan sel darah putih itu harus di dapat dari Anna. Dalam sebulan itu Anna tiga kali mendonorkan sel darah putihnya.
Beranjak remaja (13 tahun) Anna mulai mempertanyakan keberadaannya. Terlebih setelah ia mengetahui kelahirannya untuk tujuan spesifik, menyelamatkan Kate. ’Dibuat’ sebagai donor allogenic – saudara yang hampir sempurna secara genetik. Ia dituntut untuk selalu di samping Kate, untuk memastikan bahwa ia ada saat Kate membutuhkan leukosit, sel induk atau sumsum tulangnya. Ia memang tidak sakit tapi merasakan rasa sakit seperti yang Kate rasakan.
Impian Anna sebagai remaja yang bebas terampas. Tak jarang ia membayangkan dirinya bisa bebas dari Kate. Berkeliling dunia dan menemukan sebuah keluarganya yang sebenarnya. Walau sering terlintas di pikiran Anna agar Kate segera meninggal, bukan berarti Anna tidak menyayangi Kate. Serangkai pengobatan yang dilakukan Kate, disatu sisi memberi dampak kesembuhan pada sisi lain, beresiko pada fungsi organ tubuh yang lain. Bertepatan dengan usianya yang kelima belas, Kate di diagnosa gagal ginjal akibat obat-obat yang dikonsumsinya.
...selalu ada yang rusak dalam diriku. ” kata Kate (hal. 211). Dan harapan hidup Kate kali ini adalah satu ginjal milik Anna. Walaupun itu tidak menutup kemungkinan Kate tetap akan tetap meninggal jika tubuhnya bereaksi akibat tidak cocok dengan ginjal Anna. selalu ada resiko.”Ginjal-itu hari ini. Besok lain lagi. Selalu ada sesuatu yang lain.” (Anna, hal. 118)
Berbekal guntingan dari sebuah koran dan uang hasil penjualan kalung emas pemberiaan Ayahnya setelah ia mendonorkan sumsum tulangnya untuk Kate, Anna mendatangi seorang pengacara. Dengan tujuan,”Aku ingin menuntut mereka untuk hak atas tubuhku sendiri.” Tuntutan Anna tentu saja mengejutkan orang tuanya. Selama ini Sara selalu berpikir, apa yang dilakukan Anna sebagai donor bagi Kate, adalah hal yang seharusnya. Anna ada agar Kate berumur panjang dan sembuh.
Berbeda dengan Brian dan Jesse, mereka mulai menyadari posisi Anna. Penyakit Kate, benar-benar membuat Sara dan Brian kehilangan empati dan simpatinya untuk dua anaknya yang lain, Anna dan Jesse. Jesse tumbuh menjadi remaja pemberontak. Terbiasa dengan minuman keras, obat terlarang dan kegemarannya membuat sebuah gedung terbakar. Jesse merasa dirinya seperti asap bagi orang tuanya.
Jika akhirnya, petisi Anna sampai di pengadilan dan ruang sidang menghadapi ibunya sendiri yang bertindak sebagai pengacara untuk dirinya sendiri, rasa sayang terhadap Kate dan orang tuanya tidak berkurang. Seperti diakui Anna, sepotong bagian dari dirinya menginginkan Kate tetap hidup, potongan lainnya berharap ia bebas. Anna tahu resikonya jika ia tetap tidak mau menyumbangkan ginjalnya. Kate akan mati. Anna pikir, itulah yang diinginkan Kate, untuk mengakhiri semuanya.
Pada akhirnya, walaupun pada mulanya Campbell terobesesi untuk memenangi perkara ini, persidangan Anna bukan lagi soal menang atau kalah, karena tuntutan Anna bukan sekedar tentang mendonorkan bagian-bagian tubuhnya untuk kesembuhan Kate tapi mencari tahu siapa dirinya dan apa yang ia inginkan.
Novel dengan konflik keluarga yang membuat haru. Ketika orang tua di tempatkan pada pilihan yang sebenarnya tidak bisadipilih. Pada kenyataannya, kadang kasih sayang tak bisa terbagi dengan sama rata, ada yang lebih diistimewakan tanpa disadari. Atau karena suatu ’hal besar’ saja yang membuat kasih sayang, empati dan rasa simpati itu tak bisa terbagi rata. Sekilas seperti sebuah ironi, karena di lain pihak, Brian berprofesi sebagai seorang pemadam kebakaran yang setiap saat ditempatkan pada posisi untuk bisa menyelamatkan nyawa orang. Sementara, ia tidak bisa menyelamatkan anaknya. Atau mungkin begitulah hidup, di buat ironi agar lebih menghargai hidup.
Novel ini ditulis dengan alur maju dengan kilasan flasback dari setiap tokoh utama yang terjalin dengan apik. Kilasan flasback pula yang menguatkan karakter setiap tokoh. Tokoh utama, selain kedua orang tua Kate dan Anna juga pengacara Anna, Campbell dan wali ad item nya, Julia. Namun begitu, Kate sebagai tokoh sentral, tidak dibuat menjadi tokoh utama. Terus terang, ini membuat saya menerka-nerka, apa yang kiranya ada di benak Kate, tentang kehidupan keluarganya, Anna dan keberadaan dirinya sendiri. Sengaja dibuat penulis (Jodi Picoult) seperti itu untuk mengejutkan pembaca? Beberapa istilah kedokteran pada novel ini berkaitan dengan penyakit Kate, tidak menggangu keasikan membaca novel ini, karena penulis menempatkannya padat empat yang sesuai. Tidak terkesan sok tahu atau pamer pengetahuan. Dan saat salah seorang harus pergi. Seseorang itu adalah Anna.
nb: novel ini selain membuat saya termehek-mehek, jadi lebih memaknai peran sebagai ibu dan istri. Seperti sebuah pepatah, tidak ada sebuah kalimat pun yang mampu menggambarkan kekuatan, kewibawaan dan keteguhan seorang ibu.