Senin, Desember 14, 2009

Mengikat Makna


-->
Judul: Mengikat Makna Update
Penulis: Hernowo
Penerbit: Kaifa, Bandung
Cetakan: I, Oktober 2009
Tebal: xxxii+213 hal. (termasuk indeks)
-----------------------------------------------
Resensor : M Iqbal Dawami*
(*Staf pengajar STIS Magelang)
AKTIVITAS membaca dan menulis adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ibarat dua sisi mata uang. Kita dapat menulis suatu subjek akibat dari aktivitas membaca. Apa yang kita tulis adalah apa yang kita baca. Nah, dalam bahasa Hernowo, aktivitas baca-tulis ini disebut sebagai aktivitas “mengikat makna”. Akar dari hal ini diambil dari perkataan Ali bin Abi Thalib:"Ilmu itu seperti hewan buruan, maka ikatlah ia (dengan menuliskannya)." Dalam jagad kepenulisan, nama Hernowo sudah tidak asing lagi. Buku hasil racikannya sudah melimpah ruah. Dan dapat dipastikan, konsep "mengikat makna" bisa ditemukan di semua karyanya. Dan karya-karyanya pun adalah hasil dari pengamalan konsep “mengikat makna.” Bahkan beberapa judul bukunya menggunakan kata-kata ini. Buku-buku Hernowo disukai pembaca karena mempunyai bahasa yang sederhana, ringan, dan mudah ditangkap maksudnya. Hampir di semua bukunya ketika berbicara tentang membaca dan menulis, Hernowo selalu menekankan, bahwa menulis dan membaca bukanlah sebuah beban, apalagi hal membosankan, tapi aktivitas yang menyenangkan nan manfaat. Konsep “mengikat makna” ditemukan atas dasar pengalaman pribadi Hernowo saat bergumul dengan kegiatan membaca. Ketika selesai membaca, tiba-tiba saja banyak materi yang diperolehnya. Agar materi tersebut tidak lupa, maka ia harus dituliskan. Itulah yang dimaksud mengikat makna. Maka, secara tidak langsung kegiatan “mengikat makna” kemudian memberikan sebuah kesadaran akan pentingnya melanjutkan kegiatan menulis usai menjalankan kegiatan membaca. “Mengikat makna” menjadi sebuah proses penemuan diri bagi Hernowo, di mana dirinya tumbuh menjadi pribadi yang utuh dan unik. Dari seorang yang sering gagap dalam berbicara atau mengutarakan pendapat, menjadi seorang yang bisa menampilkan diri perlahan-lahan dan menemukan gaya-menulisnya. Apa yang kita baca bisa jadi tidak menghasilkan apa-apa jika kemudian tidak ditulis (atau “diikat”). Sebaliknya, menulis memerlukan membaca karena membaca akan memudahkan kita mengeluarkan pikiran dan perasaan dengan bantuan kata-kata yang telah tersimpan di dalam diri kita. Lebih dari itu, proses membaca dan menulis adalah upaya menghimpun hikmah yang berserak menjadi referensi dalam memperkaya hidup dan kehidupan. Secara gamblang jabaran konsep mengikat makna dapat dibaca dalam bukunya Mengikat Makna (2001). Lantas, apa perbedaan buku terdahulunya (Mengikat Makna,2001) dengan buku terbarunya Mengikat Makna Update (2009) ini yang sama-sama membahas konsep “mengikat makna”. Tak lain, buku ini merupakan pengembangan konsep “mengikat makna” dalam buku pertamanya. Dari pengertian “makna” tidak ada perbedaan dengan terdahulu. Hanya, pada yang pertama rujukan pengertiannya filosofis, sedang dalam buku ini tampak lebih praktis. Poin-poin mengikat makna sendiri ada empat pilar: Pertama, “mengikat makna” adalah kegiatan yang memadukan membaca dan menulis. Pilar pertama ini dianggap sebagai pilar yang paling pokok dan merupakan “nyawa” konsep “mengikat makna”. Kedua, “mengikat makna” adalah kegiatan yang sangat personal atau benar-benar diupayakan agar melibatkan diri pribadi yang paling dalam (inner-self). Ketika seseorang ingin menjalankan kegiatan “mengikat makna”, dia harus menganggap bahwa dirinya sedang berada sendirian di muka bumi. Ketiga, “mengikat makna” memerlukan kontinuitas dan konsistensi karena konsep ini adalah sebuah keterampilan sebagaimana memasak, menari, atau pun mengendarai mobil. Dengan melakukannya secara kontinu dan konsistenlah, seseorang akan merasakan manfaat luar biasa. Keempat, “mengikat makna” akan efektif jika menggunakan teknik membaca dan menulis yang berbasiskan cara kerja otak, yang oleh Hernowo sebut sebagai “brain based writing”. Teknik “brain based writing” sendiri sudah mencakup “reading”. Namun di antara pengembangan dari keempat pilar di atas, yang paling penting dan bahkan inti dari buku ini adalah ada pada pengembangan pilar kedua, yaitu bahwa kegiatan “mengikat makna” perlu dilakukan di “ruang privat”. Ruang privat yang dimaksud adalah sebuah tempat yang di dalam tempat itu hanya ada diri kita: sendirian. Secara hampir mutlak, yang mengendalikan ruang atau tempat ini adalah diri kita sendiri. Tidak ada yang dapat mencampuri ruang privat milik kita. Sesosok diri dapat melakukan apa saja di dalam ruang tersebut. Tidak ada orang lain, meskipun orang itu sangat kompeten dalam suatu bidang, yang boleh masuk ke ruang tersebut. Dengan menulis di ruang “privat” itulah kita dapat mengeluarkan segenap “diri kita” yang sesungguhnya, karena tak ada yang menilai tulisan kita seperti apa dan apa pula yang kita tulis. Dengan cara itu, pembelajaran menulis akan efektif dan kita akan merasakan plong yang luar biasa. “Ruang privat” inilah yang kerap digunakan Hernowo untuk “mengikat makna”. Efeknya luar biasa, dia menjadi keranjingan membaca dan kemudian menuliskan apa saja—untuk mendapatkan makna—karena “mengikat makna” benar-benar menyelamatkan dirinya dari kebosanan membaca dan menulis. Kita tahu bahwa membaca dan menulis adalah sebuah ketrampilan. Lewat “ruang privat” ini pula, Hernowo dapat menulis secara mencicil dan kontinu, sehingga dia dapat trampil dalam “mengikat makna”. Bagi kebanyakan orang, hal ini yang paling sulit. Harus diakui, untuk dapat menghasilkan tulisan yang baik perlu waktu. Bahkan, perlu memperkaya tulisannya dengan banyak membaca. Oleh sebab itu, menulis di “ruang privat” ini dapat membantu menampung “bahan-bahan” yang belum selesai. Buku ini cocok sekali bagi siapa saja yang ingin belajar menulis bahkan yang sudah lama sekalipun berkecimpung dalam dunia baca-tulis. Buku Hernowo yang berbasis “privat” ini nampaknya selaras dengan apa yang dikatakan Virginia Woolf, penulis Inggris, bahwa cara terbaik untuk membaca adalah dengan menulis. Membaca bukan bagian terpisah dari menulis. Keduanya pembentuk jalan ke masa depan. Keduanya merupakan bagian yang memungkinkan perkembangan individual, pemikiran kritis yang independen, dan pembangkit kepekaan terhadap kemanusiaan. []

Jumat, November 27, 2009

YANG TAK TERDUGA


Judul buku :
Bocah Muslim di Negeri James Bond
Penulis : Imran Ahmad
Penerbit : Mizan Tahun : September, 2009

YANG TAK TERDUGA
Oleh: Rina Susanti

Kalau selama ini sebuah memoar atau biography begitu menarik untuk dibaca dan dijadikan pelajaran hidup karena identik dengan kesuksesan penulisnya yang merupakan sosok orang terkenal atau seseorang yang memiliki kontribusi besar pada sebuah perubahan social, memoar Imran Ahmad ini mungkin sebaliknya. Kalau dicari dalam deretan daftar orang terkenal, sebelum buku ini diterbitkan, sangat mungkin nama Imran Ahmad tidak ada. Dia bukan seorang politikus, ekonom atau seorang negarawan. Seperti sebuah pepatah, kehidupan adalah pelajaran terbaik dan itulah yang dibagikan Imran Ahmad dalam memoar yang ditulisnya ‘Unimagined’, versi Indonesia judulnya menjadi Bocah Muslim di Negeri James Bond.

Mungkin pengambilan judul dalam bahasa Indonesia ini untuk lebih mengidentikan lingkungan tempat Imran Ahmad (sebagai bocah muslim) dibesarkan, Inggris sekaligus obsesi Imran, ingin seperti James Bond, seorang petualang ganteng, jagoan, dan dikelilingi perempuan cantik dan seksi berkulit putih seperti Teresa*. Walaupun begitu menurut saya pemilihan judul buku versi bahasa Indonesia ini kurang mewakili isi buku.

Terlahir sebagai seorang muslim dan dibesarkan dalam lingkungan non muslim dengan kepercayaan, kebudayaan, dan warna kulit berbeda. Perbedaan ini tak pelak membenturkan Imran pada kenyataan yang berbeda dengan persepsi dibenaknya termasuk keyakinannya terhadap islam. Beberapa teman Imran sempat berusaha merubah keyakinan agamanya dengan berbagai argumentasi. Mengapa aku menghabiskan begitu banyak waktu bersama Markus? Dia memperlakukanku dengan penuh kebencian, tapi aku teruws tertarik kepadanya. Karena aku takut mungkin dia benar dan aku terpengaruh dengan keyakinannya. Hal 316. Hal ini membuat Imran mempelajari Islam lebih dalam lagi dan ikut pertemuan kelompok muslim.

Bermula dari keputusan keluarganya untuk bermigrasi ke Inggris. Saat itu pemerintah Inggris mendorong dilakukan migrasi dari Negara-negara persemakmuran (Negara bekas jajahan Inggris) Inggris akibat kurangnya tenaga kerja pascaperang.

Sesampainya di sana mereka dihadapkan pada kenyataan yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Kebanyakan warga Inggris tidak menyukai para imigran ini, karena menurut mereka para imigran ini hanya menghabiskan dana pemerintah. Kesulitan dimulai saat mereka mencari tempat tinggal. Beberapa penyewa kamar kamar memasang pengumuman’Tidak menerima orang Irlandia atau kulit berwarna’.

Dan ketika akhirnya keluarga Imran memiliki rumah sendiri, kesulitan perihal tempat tinggal belum selesai. Tetangga sebelahnya, Willy Jones seorang yang sangat rasis. Jones selalu berusaha memancing keributan dari menyetel musik keras-keras, melubangi dinding belakang rumah keluarga Imran dan mengalirkan pipa penampungan air hujan ke rumah Imran.

Benturan lain karena perbedaan pandangan yang telah dibentuk kultur keluarganya sebagai seorang muslim Pakistan dan kultur modern dunia barat, diantaranya soal pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Persoalan ini juga yang terus membuntutinya sampai Imran masuk perguruaan tinggi dan dewasa. Dengan jujur Imran menuturkan keinginannya seperti pemuda Inggris lainnya, yang bisa bercinta sebelum menikah. Imran tahu dalam kepercayaannya agama yang dianutnya, islam, hal itu adalah dosa. Dengan jujur ia menuturkan akal dan nafsunya mencari pembenaran perihal keinginannya itu (hal 288).Tapi keinginannya itu tidak (belum?) terwujud sampai saya selesai membaca buku ini.

Perilaku rasisme yang diterimanya dituliskan dengan tuturan objektif sehingga tidak ada rasa benci atau dendam. Namun begitu Imran selalu berusaha mengambil sikap positif terhadap setiap perilaku rasisme yang ia terima. Peldman adalah satu teman sekelasnya yang terang-terang membenci Imran. Suatu kali Peldman dengan sengaja dan tanpa sebab memukul kepala Imran dengan kerasnya. Seketika terbersit di benak Imran untuk membalasnya. Dengan memukulkan koper sekolahnya yang berlapis logam dan berisi banyak buku ke kepalanya….aku mengangkat koperku, untuk kuhantamkan di kepalanya.Aku dapat membayangkan rasa dan suara logam yang menghantam tulang.Tapi pada detik terakhir, aku mengurungkan niatku, karena memutusakan bahwa kehidupanku lebih penting daripada kematiannya. Diskriminasi yang diterima Imran tidak membuatnya berkecil hati dan putus asa. Malah sebaliknya, ini merubahnya dari siswa biasa menjadi siswa luar biasa. Membuatnya merasa harus sempurna sebagai seorang Inggris. termasuk obsesinya menikah dengan wanita berkulit putih Janice.

Di perguruan tinggi Imran jatuh cinta pada seorang perempuan bernama Janice. Dan terobsesi untuk menikahinya. Tapi cintanya bertepuk sebelah tangan. Dan Imran harus menghadapi kenyataan yang sempat membuatnya malu di depan teman-temannya, soal pernikahan yang diatur (dijodohkan) keluarga, sebuah tradisi kebanyakan negara Asia. Dan Imran membiarkan prose situ dimulai dan dengan patuh pergi dengan orang tuanya menghadiri pertemuan-pertemuan perkenalan itu. Karena pernikahan dengan seorang non-muslim yang tidak berdarah Pakistan selalu menyebabkan pergolakan di dalam keluarganya. Dan Imran tidak siap menghadapi itu.

Memoar ini merekam perjalanan Imran Ahmad dari usai 2 sampai 37 tahun. Dengan dilengkapi catatan kaki di setiap halaman yang menuliskan usia dan tahun Imran mengalami kejadian yang ditulisnya, membuat pembaca memahami keterkaitan kejadian atau isu yang terjadi tahun itu. Misal, perang yang terjadi antara Pakistan dan India yang memperebutkan wilayah Kashmir, saat Imran berusia 8 tahun.

Buku setebal 466 halaman ini ditulis dengan gaya bertutur yang sederhana dan hangat. Rekaman pengalaman ditulis Imran dalam bentuk paragraph-paragraph pendek, malah beberapa hanya satu paragraph dan antara paragraph satu dengan paragraph lain bisa berbeda thema. Penulisan ini membuat pembaca tidak mudah jenuh dan bisa menunda membaca dihalaman manapun tanpa merasa tanggung. Bagi saya ini seperti mengumpulkan serakan puzzle tanpa harus menyusunnya. Perjalanan saat Imran berinteraksi dengan televisi, film dan acara favoritnya dan buku-buku yang dibacanya. Interaksi yang memunculkan keingintahuan khas seorang bocah dengan keluguan dan kepolosannya.

Dalam satu hal Imran tidak jujur, sampai buku ini habis saya baca, Imran tidak menyinggung sedikit pun soal siapa perempuan yang akhirnya ia pilih. Apakah Imran sudah menikah saat memoar ini selesai di tulis (37 tahun)? Atau masih belum menentukan pilihan.

Buku yang bagus sebagai pembelajaran bahwa lingkungan (buku, film dan lingkungan pergaulan) membentuk kepribadian dan sikap seorang anak dan pengalaman itu menjadi bekal kearifan untuk perjalanan hidupnya. Dan bagian yang tidak kalah penting adalah impian. If you can dream it, you can do it.

Selasa, November 24, 2009

Review buku The Road to Allah

Judul buku : The Road to Allah
Penulis : Jalaluddin Rakhmat
Penerbit : Mizan

The Road to Allah
Oleh: Rina Susanti

Wahai Yang membolak-balikkan hati dan pandangannya,
Teguhkan selalu hatiku dalam agama-Mu.
Janganlah Kau gelincirkan hatiku setelah Kau berikan petunjuk kepadaku.
Curahkanlah kepadaku kasih sayang-Mu.
Sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi Anugerah
Lindungilah aku dari api neraka.
Ya Allah, panjangkalah usiaku, luaskanlah rezekiku,
Taburkanlah padaku kasih sayang-Mu.
Jika aku pernah tertulis sebagai orang yang celaka,
Masukkanlah aku kepada kelompok orang yang beruntung dan bahagia karena Kau menghapus apa yang Kau kehendaki dan menetapkan apa yang Kau kehendaki, semuanya Kau tuliskan dalam ummul kita…(hal 308).

Jalaludin Rahmat atau biasa disebut Kang Jalal. Bagi saya membaca-baca buku Kang Jalal selalu memberi saya sesuatu yang baru. Pencerahan atau pengetahuan baru. Beliau tidak saja fasih bicara soal komunikasi , ketauhidan pun dibahasnya dalam bahasa lugas, moderat namun tetap berpijak pada alqur’an dan sunnah. Keidentikan kang Jalal dengan Syiah tak jarang membuat sebagian orang menarik diri sebelum membaca gagasan-gagasannya. Sebagai orang awam, dengan kapasitas pemahaman agama islam yang sangat-sangat terbatas, saya membaca dan berusaha memahami isi buku ini untuk bisa menjaga ghirah ibadah saya, terlepas dari kesyiah- annya. Walaupun tidak dikatagorikan buku terbitan baru tapi isi buku ini tak lekang oleh waktu.

The Road to Allah atau jalan menuju Allah merupakan kumpulan kajian keislaman kang Jalal di mesjid Al-Munawwarah, yang kemudian di susun menjadi sebuah buku seperti di tulis pada kata pengantarnya. Buku ini di bagi menjadi lima bagian dimana setiap bagiannya sekaligus merupakan tahapan perjalanan ruhani menuju Allah swt.

Perjalanan ruhani atau penyucian diri menuju Allah swt atau biasa diistilahkan dengan tasawuf, diawali rasa cinta. Hanya dengan cinta ibadah dan pengabdian terhadap Allah swt dilakukan dengan tulus dan hati bersih. Karena sesungguhnya kekuasaan Allah swt yang meliputi segala sesuatu tidak membutuhkan ibadah dan pengabdian makhluknya. Rasa cinta, terlebih pada sesuatu yang abstrak dalam hal ini Allah swt, tidaklah datang dengan sendirinya. Yang perlukan adalah belajar mencintai.

Pelajaran mencintai tahap dasar adalah belajar mencintai makhluk Allah; pasangan kita, anak-anak . Selanjutnya kita harus berusaha mencintai hal-hal yang bersifat abstrak. Mengutip sebuah hadis; “Cintailah Allah atas segala anugrah-Nya kepadamu, cintailah aku atas kecintaan Allah kepadaku, dan cintailah keluargaku atas kecintaanku kepada mereka.”

Perjalanan selanjutnya adalah meninggalkan perbedaan. Perbedaan pendapat atau mazhab tak jarang memunculkan perselisihan. Masing-masing merasa pendapat ulama (mazhab) nya yang paling benar. Yang perlu disadari adalah, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan harus diterima selama tafsirannya berasal dari rujukan yang sama Alqur’an dan sunnah Rasulullah saw. Seperti pendapat kang Jalal tentang keutamaan jihad, yang mungkin berbeda dengan ulama lain. Dalam bukunya ini kang Jalal berpendapat, jihad yang paling utama adalah berbakti pada orang tua dan memenuhi hak pada keluarga terlebih dulu, dengan merujuk QS Bani Israil ayat 26). “Berikanlah hak pada keluarga yang dekat, lalu orang miskin, orang yang berada dalam perjalanan, dan janganlah kamu berbuat boros seboros-borosnya.”

Singkatnya perjalanan manusia menuju Allah swt adalah perjalanan kesucian. Sebuah proses pembersihan diri yang dapat dilakukan melalui tiga hal; istighfar, taubat dan melakukan amal shaleh. Kecenderungan diri merasa lebih baik dari orang lain, bangga diri terhadap amalan yang telah dilakukan, bersikap ujub dan terpancing untuk ghibah menjadi penghalang proses pembersihan diri. Namun pernghalang itu dapat dilalui jika kita bisa mengendalikan diri, mengendalikan nafsu, berdoa untuk memperoleh hati yang khusyuk, berzikir, membalas kebencian dengan kasih sayang berkhidmat dan membersihkan hati dari hasad.
Mengutip sabda nabi saw;”orang yang hebat itu bukanlah orang yang dengan muda membantingkan kawannya. Orang kuat adalah orang yang mampu menguasai nafsunya ketika marah.”

Perihal nafsu, dalam bahasa arab dua syahwat itu teriri dari ‘syahwat seks’ dan ‘syahwat perut’.syahwat perut tidak terbatas pada makan dan minum. Kedalamnya termasuk segala cara memuaskan kesenangan-kesenangan fisik dengan uang. Istilah tepatnya mungkin perilaku konsumtif.

Hati yang khusyuk berarti mampu menghadirkan Allah swt dalam setiap perbuatan. Sehingga apapun yang kita lakukan didasari karena Allah dan hanya takut kepada-Nya. Ajaran kesucian lain yang mampu mendekatkan kita kepada Allah swt adalah membalas kebencian yang diterima dengan kasih sayang. Ini mengingatkan saya pada kisah yang dialami nabi saw dan seorang kafir yang selalu meludahi nabi saw setiap beliau lewat. Sampai suatu hari nabi tidak mendapati ludah yang mendarat di tubuhnya. Beliau bertanya kemana gerangan orang yang biasa meludahinya. Ternyata orang itu sakit lalu beliau menjenguknya. Sejak saat itu orang kafir itu masuk islam.

Zikir adalah amalan yang tidak dibatasi waktunya, bisa dilakukan kapan dan dimana saja. Allah swt berfirman dalam QS Al-Jumuah (62): 10; Setelah selesai menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah, dan berzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya. Supaya kamu beruntung.”

Manusia sering mengorbankan kesehatannya, tubuhnya, bahkan jiwanya demi harta. Oleh karena itu, pengkhidmatan dengan harat adalam islam lebih didahulukan daripada pengkhidmatan dengan jiwa. Contoh pengkhidmatan dengan harta yang merupakan salah satu rukun Islam adalah mengeluarkan zakat.

Rasullullah saw bersabda; “Hasad memakan habis kebaikan seperti api memakan habis kayu bakar.” Hadis ini menunjukkan bahaya besar hasad atau kedengkian, yang bisa menghancurkan seluruh amal saleh yang kita lakukan. Hasad dapat diartikan sebagai kebencian terhadap nikmat yang diperoleh orang lain dan keinginan agar nikmat itu lepas dari orang terebut. Hasad hanya dapat dihilangkan dengan pengobatan melalui amal. Beramal melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perasaan dengki kita.

Penyucian diri adalah suatu perjalanan yang terus menerus, jika berhenti pada proses ini, akan jatuh kembali ke tingkat serendah-rendahnya. Salah satu gangguna paling besar dan berbahaya ketika mendekati Allah swt adalah kepuasaan diri (I’jab). Merasa kagum akan kesucian diri yang telah dicapai. Ketika timbul perasaan inilah seseorang kembali ke tingkat paling dasar. Untuk itu kita senantiasa Untuk itu kita senantiasa dianjurkan selalu memohon kepada Allah swt agar kita diberi Husnul Khatimah, akhir yang baik. Supaya Allah swt selalu meneguhkan langkah-langkah kita.

Kamis, Oktober 15, 2009

Review dan diskusi buku The Forgotten Massacre

By : Rina S dan Hendi Johari
forgotten massacreJudul Buku : The Forgotten Massacre
Penulis : Peer Holm Jorgensen
Penerjemah : Ingrid Nimpoeno
Penerbit : Qonita (grup Mizan) Juni 2009
Halaman : 442

Akhir pekan kemarin saya mendapat kesempatan hadir di diskusi buku The Forgotten Massacre di Gramedia Gran Mall Indonesia. Sebuah novel fiksi yang ditulis berdasarkan kisah nyata penulisnya. Seorang pelaut berkebangsaan Denmark, Peer Holm Jorgensen. Selain penulisnya sendiri yang hadir pada diskusi itu hadir juga seorang sejarawan LIPI, Bapak Asvi Warman Adam.

Diskusi ini memang bukan sekedar mendiskusikan isi buku tapi kaitan sejarahnya. Ini membuktikan bahwa sastra tidak bisa tidak untuk terlibat dalam persoalan politik.

Pasca keruntuhan orde baru, pembicaraan mengenai tragedi 30 September 1965 bukan hal yang tabu atau masuk dalam katagori subversif. Bahkan beberapa buku dan hasil penelitian mengenai berbagai teori konspirasi dan kudeta ini telah diterbitkan. Ada yang berpendapat CIA lah yang bertanggung jawab terhadap tragedi ini. Ada juga yang menduga ini merupakan kudeta yang dirancang mantan presiden Soeharto. Atau dugaan yang menyebut skenario ini dibuat oleh Inggris dan Amerika yang bertujuan untuk menggulingkan Soekarno.Dengan begitu kemunculan novel karya Peer Holm Jorgensen ini tidak terlalu membuat ’greget’.

Mungkin akan sangat berbeda jika saja kemunculan novel ini saat orde baru masih berkuasa. Dan yang membedakan novel ini dengan novel-novel serupa (dengan latar pasca tragedi 30
September 1965) tak lain karena penulisnya seorang berkebangsaan asing (Denmark) yang memungkinkannya memberikan sudut pandang yang berbeda dan ditulis berdasarkan pengalaman pribadi.

Review Buku

Tokoh utama dalam novel ini seorang bernama Kasper, seorang asisten koki di sebuah kapal kargo. Sedari kecil Kasper bermimpi untuk bisa berlayar melintasi benua-benua. Dibenaknya ada Jens Bjerre dan Jorgen Bitsch, para penjelajah yang menceritakan ekspedisi-ekspedisinya. Mimpinya terwujud saat ia berusia 16 tahun.

September 1965. Kasper tiba di pelabuhan Tanjung Priok, Indonesia, dengan kapal Clementine. Bersamaan dengan itu perusahaan perkapalan memindahkan Kasper ke kapal lain. Kapal itu bernama Jessie. Selama menunggu kedatangan kapal barunya, Kasper menghabiskan waktunya di daratan dan pergi ke bar yang tak jauh dari situ, London Bar. Salah satu pramusajinya, Nadia, seorang gadis keturunan Belanda, menarik perhatiannya.

Kasper kembali bertemu dengan Jimmy, kenalan yang ditemuinya pertama kali saat kunjungan pertamanya ke Tanjung Priok September 1963. Kedekatannya dengan Nadia mulai terjalin setelah Kasper menolongnya dari kejahilan para pelaut Jerman. Sebagai imbalannya, Nadia merawat Kasper yang mengalami babak belur akibat pengeroyokan. Saat itulah Nadia mulai menceritakan siapa sebenarnya dirinya. Ayahnya seorang berkebangsaan Belanda yang dengan alasan studi kembali ke Belanda meninggalkan dirinya, yang saat itu berumur 2 tahun, beserta ibu dan neneknya. Saat berusia 14 tahun, ibunya meninggal karena kanker. Setelah itu ia tinggal bersama kerabatnya sebelum akhirnya bekerja sebagai pelayan Bar untuk menghidupi dirinya sendiri.

Perempuan yang kemudian diam-diam dia sukai itu ternyata sudah memiliki seorang pacar. Seorang pelaut berkebangsaan Jerman.


Inti novel ini selain bercerita tentang persahabatan antara Kasper dan Jimmy juga cintanya terhadap Nadia. Kita akan mengikuti pandangan Kasper mengenai kolonialisme dan pandangan orang kulit putih terhadap kulit berwarna. Ia menemukan kenyataan;
ada banyak tempat yang sangat makmur, dan pada saat yang sama ada banyak tempat yang sangat miskin hanya karena beberapa negara ingin merampok kekayaan negara lain dan memperoleh kekuasaan atas rakyatnya (hal 19).Seperti perumpamaan tentang Indonesia. Dalam pandangan Kasper Indonesia layaknya perempuan yang sudah tamat, dipakai lalu dibuang seperti pelacur tua di Shanghai. Pandangan yang tidak berlebihan mengingat eksploitasi yang dilakukan berabad-abad oleh Portugis, Belanda dan Inggris secara bergantian.

Melalui deskripsi persinggungan keseharian Kasper selama di Tanjung Priok dengan petugas pelabuhan, penyewa sepeda dan anak-anak yang mengemis-ngemis untuk meminta uang, membawakan payung atau mengipasi, pembaca dibawa membayangkan seperti apa Indonesia tahun 1965. Penulis mengisahkannya dengan tuturan objektif. Sekedar bagian dari sebuah cerita. Begitu pun saat Kasper menceritakan tentang pemeriksaan petugas dan atau tentara yang mencari barang berharga yang disembunyikannya. Mulanya Kasper mengira bahwa petugas memeriksa dengan melucuti semua baju dan disuruh (maaf) menungging adalah sekedar isu.


Novel setebal 442 halaman ini lebih banyak menceritakan pandangan Kasper tentang gejolak politik dunia yang terjadi saat itu. Komunis versus demokrasi liberal. Amerika versus Uni Sovyet. Dan posisi negaranya, Denmark, dalam percaturan politik pasca perang dunia itu. Dan simpul dari pandangannya itu akan terkait dengan masa kecilnya. Simpulan dan pencarian kebenaran sejarah yang selama ini ia alami dan dapatkan dari pelajaran sekolah. Membaca bagian ini agak melelahkan dengan sedikit diburu rasa penasaran, mencari puncak konflik cerita. Penulis terlalu panjang memberikan narasi ihwal pikiran dan pandangannya sendiri. Yang sedikit sekali hubungannya dengan inti cerita dari novel ini. Yang bisa dikatakan puncak konflik, menurut saya, sekaligus yang menarik benang merah dengan judul novel ini adalah saat Jimmy dibunuh begitu juga adik perempuannya, Sophia, sekaligus mengakhiri cerita novel ini.


Jimmy dan Sophia dibunuh di sungai gerong saat hendak menyebrang ke Palembang. Keduanya dituduh terlibat partai komunis hanya karena ikut gerakan pemuda komunis, sekedar untuk bisa berdansa setiap akhir pekan. Jimmy dan sophia di bunuh saat hendak sungai saat hendak Sedangkan kisah cinta Kasper sendiri terhadap Nadia berubah menjadi persahabatan walaupun Nadia dicampakkan pacarnya yang berkebangsaan Jerman.


Dalam novel ini bisa dikatakan, penulis (Peer Holm Jorgensen) secara tidak langsung berpendapat bahwa CIA lah dalang di balik tragedi ini. Dengan menempatkan beberapa bab berisi uraian dan percakapan anggota-anggota CIA, dengan tokoh utama Ed Rossen. Dalam bab – bab ini juga penulis menceritakan bagaimana skenario kudeta itu tercipta. CIA terlibat karena Indonesia dianggap berbahaya. Ideologi komunis yang diamini Soekarno memungkinkan komunis menyebar ke seluruh Asia Tenggara dan ide anti neokolin secara nyata akan menggangu roda perekonomian Amerika.


Perusahaan-perusahaan besar Amerika yang telah menanamkan modalnya di Indonesia – salah satunya perminyakan – dipaksa angkat kaki. Namun dicatatan ’latar belakang penulisan’ penulis tidak memberi penjelasan lebih tentang hal ini. Apa tokoh Ed Rossen sekedar khayalan? Apa konspirasi buatan CIA itu berdasarkan bukti?


Sebuah novel tetap novel yang tidak lepas dari imajinasi penulisnya. Sejauh mana kesamaan novel ini dengan bukti sejarah?


Berikut adalah hasil obrolan nyantai teman saya
Hendi Johari dengan sejarawan LIPI: Asvi Warman Adam, sesaat setelah diskusi buku selesai.

Bung Asvi, 11 tahun sudah Orde Baru tumbang, namun pemerintah yang berkuasa hari ini masih saja melanjutkan tradisi memperingati 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Komentar anda?

Ya pertama soal ini memang sangat kontroversial karena menurut saya 1 Oktober itu tidak ada hubungannya dengan kesaktian Pancasila. Bahwa itu dilakukan untuk mengenang 6 jenderal yang tewas,itu betul. Kedua, Presiden, Wakil Presiden atau para pejabat tinggi negara tidak wajib untuk datang ke Lubang Buaya karena mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Utama Pertahanan dan Keamanan,Soeharto pada 29 September 1966 peringatan itu hanya diwajibkan khusus untuk seluruh kesatuan Angkatan Bersenjata tidak untuk di luar tentara.
Saat ini bagaimana seharusnya sikap pemerintah terhadap kejadian 39 tahun lalu tersebut?
Saya pikir pemerintah harus lebih adil dan berimbang. Bahwa kita harus mengutuk terbunuhnya 6 jenderal,saya setuju saja. Tapi terbunuhnya 500.000 rakyat Indonesia lainnya sesudah itu, saya pikir itu juga bukan suatu peristiwa yang lantas dilupakan begitu saja.
Ok kita masuk ke soal pembantaian itu.Sebenarnya jumlah yang riil itu berapa sih,Bung?
Banyak versi soal ini. Sarwo Edhie (Komandan RPKAD) menyebut angka 3 juta.Yang terkecil menyebut angka 78.000. Lalu Ben Anderson 500.000.Saya sendiri cenderung menilai angka 500.000 lebih realistis.
Dalam novelnya Peer menyebut-nyebut CIA sebagai pihak yang harus bertanggungjawab atas penjagalan tersebut…
Secara keseluruhan CIA bukan pemain tunggal dalam peristiwa itu. Ada negara lain juga seperti Inggris dan Australia. Tapi untuk soal pembantaian orang-orang PKI itu memang dalam sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika Serikat disebutkan bahwa mereka mengakui memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada pihak Angkatan Darat. Walapun jumlahnya hanya ribuan tidak sampai ratusan ribu. Lantas mengapa jadi 500.000? Karena dalam kenyataannya di lapangan banyak improvisasi, yang bukan PKI saja bisa dibantai.
Daerah mana saja yang saat itu menjadi ladang pembantaian?
Tentu saja Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali. Itu yang terbanyak. Sisanya terjadi di Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Aceh, dan Sulawesi Selatan.
Soal itu semua disebutkan dalam dokumen CIA?
Tidak. Enggak langsung CIA yang menyebutkan. Jadi begini,arsip-arsip itu merupakan hasil laporan para staff Kedubes AS di Jakarta pada 1965. Waktu itu Dubesnya Marshall Green. Saat era dia, jumlah staff kedutaan dikurangi hanya 40 dan itu hampir sepertiganya agen CIA.
Mungkin ada agen CIA yang berkulit coklat?
Mungkin saja itu
Beberapa waktu yang lalu bahkan disebut-sebut Adam Malik adalah salahsatunya?
Saya sudah bantah itu.Itu tidak benar karena hanya dikatakan oleh seorang Clyde McAvoy (mantan agen CIA di Jakarta).Hanya dia yang mengatakan itu.Terlebih sekarang dia pun sudah meninggal pula. Jadi dalam ilmu sejarah, pernyataan itu tidak bisa dipertanggungjawabkan karena dinilai hanya keterangan sepihak. Terlebih data tertulisnya pun tidak ada.
Lalu link yang menghubungkan antara CIA dengan AD apakah sudah terketahui?
Oh sudah.Kalau itu sudah.Salah satunya ya lewat Adam Malik itu. Amerika kan pernah ngasih duit 50 juta rupiah ke Angkatan Darat via sekretarisnya Adam Malik yang bernama Adiyatman.Tentu saja sepengetahuan Adam Malik.
Itu tidak cukup menjadi bukti bahwa Adam Malik sebagai agen CIA?
Ya tidak dong. Tapi bahwa dia menjadi penghubung CIA-AD:iya.
Mengapa CIA memilih Adam Malik?
Ya pertama secara ideologis Adam Malik yang Murba itu musuhnya PKI. Kedua, secara pribadi Adam Malik memiliki hubungan dekat dengan petinggi-petinggi Angkatan Darat.
Konon bantuan CIA pun sampai meliputi jaket-jaket yang dipakai anak-anak UI?
Ya itu kata Manai Sophian.Tapi saya pikir kalau dalam bentuk barang misalnya jaket enggalah. Kalau uangnya yang dibelikan jaket itu mungkin saja. Saat itu, Amerika selalu berusaha mendukung gerakan yang tujuannya menjatuhkan Soekarno.
Di arsip luar negeri Amerika Serikat pada 1965 disebut-sebut mereka memberi juga bantuan alat-alat komunikasi…
Ya itu memang betul.Jadi ada disebutkan bantuan alat-alat komunikasi kepada Indonesia sejumlah $ 2.000.000. Tapi pas menyebut detail alat komunikasi itu,tulisannya kok dihitamkan.Ini kan aneh,kalau alat komunikasi beneran kenapa harus dihitamkan? Wajar kalau lalu nalar saya bilang itu pastinya senjata karena enggak mungkinlah alat-alat komunikasi harganya sampai segitu.
Dalam peristiwa G30S, posisi PKI sendiri menurut anda bagaimana sebenarnya?
Dalam pidatonya di depan Sidang MPRS pada 1967, Bung Karno pernah mengatakan peristiwa G30S merupakan pertemuan 3 sebab: keblingernya pimpinan PKI dengan Biro Chususnya, subversi nekolim:Inggris,Australia dan Amerika Serikat serta adanya oknum yang tidak bertanggungjawab.Siapa? Bisa Soeharto, bisa Untung, bisa Latief. (hendijo)
Sejarah tak pernah mengenal kata akhir. Demikian kata Dominick LaCapra. Seolah mengamini kata-kata sejarawan Amerika itu, Peristiwa Gerakan 30 September atau Gerakan 1 Oktober 1965 pun tak pernah berhenti dibicarakan dan dibahas. Dan memang hingga kini tak ada kepastian sejarah siapa di balik kejadian berdarah 39 tahun lalu:orang terus mengira-ngira dan menganalisanya dengan berbagai teori dari waktu ke waktu.
Dalam pidatonya di depan Sidang MPRS pada 1967, Bung Karno pernah mengatakan peristiwa G30S merupakan pertemuan 3 sebab: keblingernya pimpinan PKI dengan Biro Chususnya, subversi nekolim:Inggris, Australia dan Amerika Serikat serta adanya oknum yang tidak bertanggungjawab.Siapa? Bisa Soeharto, bisa Untung, bisa Latief. (hendijo)
bedah buku
Juga di muat di :
http://baltyra.com/2009/10/13/the-forgotten-massacre/


Senin, September 14, 2009

Memaknai kembali Shadaqoh

oleh: rina s

Tulisan ini saya nukil dari sebuah buku berjudul Keajaiban Shodaqoh dengan penulis Muhammad Muhyidin. Semoga menjadi inspirasi untuk berbuat lebih baik di bulan mulia ini.

Perumpamaan shodaqoh seperti menanam di kebun. Pasti berbuah, kalaupun buahnya tidak lebat paling tidak berkembang. Ada juga yang mengumpamakan shodaqoh dengan memberi hutang. Hanya saja dalam hal ini, Allah swt yang akan melunasinya.

Shodaqoh dalam pengertian yang paling umum adalah memberi sesuatu kepada orang lain. Dalam pengertian ini agama-agama lain mengajarkan hal serupa, memberi. Tapi makna shodaqoh hanya ada dalam ajaran islam. Yang membedakannya adalah;
Katakanlah kepada hamba-hambaKu yang telah beriman: ‘hendaklah mereka mendirikan sholat, menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi atapun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan. (QS. Ibrahim: 31)

Penulis menyebutnya sebagai pemiskinan makrifatullah, ketika seruan untuk bershodaqoh diiming-imingi keutamaan dan keajaibannya dan akhirnya orang melakukan shodaqoh agar memperoleh keutamaan atau keajaiban shodaqoh. Padahal tujuan shodaqoh adalah mendekati dan berada dekat dengan Allah swt. Hal ini terkait dengan kesimpulan dari beberapa hadits nabi Muhammad saw dan kisah para sahabat, yang menyebutkan empat keutamaan shodaqoh; Pertama, shodaqoh mengundang datangnya rejeki. Kedua, menolak bala, ketiga dapat menyembuhkan penyakit dan keempat shodaqoh dapat memanjangkan umur.

Adapun keutamaan atau keajaiban shodaqoh hanyalah efek dari ‘memberi’ yang kita lakukan. Tentunya efek ini hanya timbul jika kita ‘memberi’ dengan benar, yaitu disertai ketulusan dan keikhlasan. Efek ini dapat diperoleh tanpa memandang apakah seorang muslim atau bukan yang melakukannya. Banyak kita dengar atau membaca kisah keajaiban shodaqoh – dalam hal ini memberi – yang dilakukan orang-orang non muslim dan mereka mendapat keajaiban itu. Keajaiban shodaqoh itu juga tercermin dalam ungkapan – ungkapan mereka. Salah satunya yang pernah diungkap Henry Ford Sr......’sesungguhnya sukses dimulai dari memberi.’ Ini terkait dengan sifat ar-Rahman dan ar-Rahim Allah swt. Dengan ar-Rahman-Nya, Allah memanjangkan rejeki, memanjangkan umur, menyelamatkan dari bencana dan menyembuhkan penyakit. Ar-Rahman diberikan Allah swt pada semua makhluk tanpa memandang islam atau bukan . Sedangkan ar-Rahim hanya diberikan Allah swt kepada orang beriman dan bertaqwa (muslim) kelak di akhirat.

Ada istilah yang disebut penulis dengan ‘seni bershodaqoh yang keliru’, yang menyebabkan shodaqoh tidak memberikan dampak spiritual dan sosial pada pemberi maupun penerima shodaqoh.

Seni bershodaqoh yang keliru (1), Memuat tujuh kekeliruan dalam hal cara menyampaikan shodaqoh. Diantaranya memberi shodaqoh karena lebih bukan yang baik. Disadari atau tidak, hal ini yang dipahami masyarakat luas ketika menyebut perintah shadoqoh. Hak heran kita sering mendengar ungkapan, “Boro-boro shodaqoh mas, buat makan aja susah.” Atau memberikan sesuatu yang dinilai pemiliknya tidak layak pakai, alias barang bekas. Atau memberi ‘sisa’. Sisa masakan kemarin untuk pembantu atau tetangga yang dinilai tidak mampu. Padahal seruan bershodaqoh adalah memberi yang baik. Ukuran besar, kecil, sedikit atau banyak disesuaikan kemampuan.

Seni bershodaqoh yang keliru (2), berkaitan dengan tujuan shodaqoh. Satu diantara tujuh kekeliruan itu adalah berharap balasan. Disadari atau tidak, dengan bahasa lugas atau tersirat. Seperti mengharapkan ucapan terima kasih sehingga saat si penerima shodaqoh tidak berterima kasih, pemberi shadaqoh menggerutu. ”kok gak bilang terima kasih sich.”


Empat bab selanjutnya dalam buku ini, membahas logika dari empat keajaiban shodaqoh yang telah disebutkan di atas. Seperti kaitan shodaqoh dan rejeki. Penulis mengumpamakan pemberi shodaqoh seorang guru dan penerima shodaqoh sebagai muridnya. Dengan logika, guru yang mengajarkan ilmu kepada muridnya tidak membuat ilmunya berkurang sebaliknya malah bertambah. Begitupun shadoqoh yang diberikan tidak akan membuat harta berkurang.

Shodaqoh tidak sekedar memberi. Dalam ajaran islam, shadaqoh adalah perintah dari Allah swt dan harus dilakukan karena Allah swt.

Jumat, Agustus 21, 2009

Dreams from My Father


Barack Obama in Story of Race and Inheritance
Judul Buku : Dreams from My Father
Penulis : Barack Obama
Penerjemah : Miftahul Jannah Saleh dkk
Penerbit : Mizan, Mei 2009
Halaman : 493
Peresensi : Rina Susanti

Buku ini menjawab keingintahuan saya tentang Barack Obama, seorang kulit hitam pertma yang memimpin negara adidaya, Amerika. Seorang dari golongan minoritas yang kerap terdiskriminasi memimpin kaum mayoritas yang dulu mendiskriminasikannya. Dan salah satu sosok di balik kesuksesannya adalah Ann Dunham, ibunya. Berkat peran dan usaha keras ibunya Barry (nama kecil Barack Obama) mendapat pendidikan terbaik. Berkat dukungan ibunya, Barry berhasil mengatasi masa-masa sulit pencarian jadi dirinya berkaitan dengan diskriminasi yang dialaminya karena berkulit hitam. Benar-beanar seorang ibu yang inspiratif. Seperti sebuah pepatah, tidak ada sebuah kalimat pun yang mampu menggambarkan kekuatan, kewibawaan dan keteguhan seorang ibu.
Buku ini ditulis Barack Obama tahun 1995, setelah terpilih sebagai president kulit hitam pertama di Harvard Law Review, sebuah terbitan berkala tentang hukum. Seiring popularitasnya, terpilih menjadi senator Amerika, buku ini dirilis ulang tahun 2004 dengan tambahan kata pengantar dari Barack Obama sendiri. Dan saya mencoba merensesikan buku ini.


Buku ini dibagi dalam tiga bab besar; Asal-usul, Chicago dan Kenya.



Asal-usul

Bab ini menceritakan masa kecil sampai remaja Barack Obama.



Kulit hitam dan diskriminasi. Perasaan dan kegelisahan akibat dua kata itu pertama kali muncul ketika Barry (panggilan Barack Obama) secara tak sengaja membaca sebuah majalah Life diperpustakaan kedutaan Amerika, saat pertama kali datang ke Indonesia.…lelaki itu menerima perawatan kimiawi, artikel tersebut menjelaskan, untuk mengurangi corak kulitnya. Dia telah membayar untuk perawatan itu dengan uangnya sendiri. Dia menyatakan penyesalan karena mencoba untuk untuk menyamarkan dirinya sebagai seorang kulit putih, merasa menyesal betapa semuanya berubah menjadi amat buruk. Namun, hal itu tidak dapat dikembalikan lagi. Ada ribuan orang seperti dirinya, lelaki dan perempuan berkulit hitam di Amerika yang akan menjalani perawatan serupa demi menanggapi iklan-iklan yang menjanjikan kebahagiaan sebagai seorang berkulit putih. (hal 52) Selesai membaca itu, Barry ketakutan sehingga tak dapat bersuara. Apakah ibuku mengetahui hal itu? Pikirnya. Sebelumnya tak pernah terekam dalam benaknya bahwa dirinya berbeda, dia berkulit hitam dan ibunya berkulit putih.



Terlahir dari miscegenation (perkawinan antar ras), seorang perempuan Amerika (Kansas) dan lelaki berkebangsaan Kenya. Dan dinamai sama dengan nama Ayahnya, Barack Obama. Barry juga mewarisi kecerdasan yang dimiliki Ayahnya. Saat umurnya 2 tahun, ayahnya meninggalkan Barry dan ibu nya, untuk kembali ke negaranya, mengabdi pada benuanya.



Melalui potongan cerita kakek, nenek dan ibunya, tentang keluarganya yang berpindah-pindah sampai akhirnya menetap di Hawaii. Dan potongan cerita tentang Ayahnya, Barry mencoba menarik garis asal usul keberadaannya dan menduga-duga pemikiran kedua orangtua dari ibunya yang membiarkan putrinya menikahi seorang kulit hitam. Menikah pada tahun-tahun di mana perkawinan antar ras dianggap sebagai kejahatan. Dimana ada aturan tak tertulis yang mengatur agar orang kulit putih berhubungan seminimal mungkin dengan ras-ras tertentu. Termasuk dalam transaksi perdagangan dan pergaulan sosial. Tapi pada akhirnya waktu yang membuat ’rasa kemalangan’ berubah menjadi kebanggaan. Ada kekaguman dibalik setiap cerita kakeknya tentang sosok Ayahnya. ”Ada satu hal yang dapat kau pelajari dari ayahmu,”ujar kakeknya. ”Percaya diri. Rahasia kesuksesan manusia.”



Pernikahan ibunya, Ann Dunham, yang kedua kalinya dengan seorang pemuda Indonesia, Lolo, mengantarkan Barry merasai tinggal di Indonesia. Walaupun tinggal di negeri asing dengan kurun waktu yang relatif singkat, tidak membuat Barry kehilangan keceriaan dan kenakalan khas seorang anak laki-laki seusianya (hal 59). Lolo menganggap Barry sebagai anaknya namun begitu ada jarak di antara mereka. Barry menyebutnya dengan istilah kepercayaan antarpria. Perbincangannya dengan Lolo tentang banyak hal sedikit banyak mempengaruhi pandangannya tentang kehidupan. Termasuk ingatan tentang kemiskinan, kekuasaan, korupsi dan ketidakjujuran yang dilihatnya selama ia tinggal di Indonesia.



Saat Barry tinggal dan sekolah di Indonesia dan ibunya tidak mampu menyekolahkannya ke sekolah internasional karena itu Ann Dunham melengkapi pendidikan Barry dengan pelajaran-pelajaran dari kursus korespondensi di Amerika.

’sekarang upaya ibuku berlipat ganda. Selama lima hari dalam seminggu, dia datang ke kamarku pukul empat dini hari, memaksaku menyantap sarapan, dan melanjutkannya dengan mengajariku pelajaran bahasa inggris selama tiga jam sebelum pergi sekolah dan dia berangkat kerja’ (hal 72)’


Setelah melengkapi pendidikan Barry di tanah air dengan pelajaran dari kursus korepondensi AS, Barry kembali ke Hawaii dan sekolah di Akademi Punahou. Sebuah sekolah yang cukup bergengsi di Hawaii. Tak lama ibunya bercerai dengan Lolo dan menyusulnya ke Hawaii dengan adik perempuan hasil pernikahannya dengan Lolo, Maya.



Kepindahannya kembali ke Hawaii menjadi babak baru bagi kehidupan Barry. Mulai munculnya kegelisahan akibat ia berkulit hitam dan ada perlakuan berbeda karenanya.

Menginjak remaja kegelisahan itu berubah menjadi rasa frustasi dan skeptis. Ia marah dan bingung dengan identitasnya. Tapi ia tak dapat melampiaskannya, ia tidak bisa membenci orang kulit putih, yang selama ini mendiskriminasikannya, karena ibunya, kakek dan neneknya berkulit putih dan mereka menyayangi dan selalu berusaha melindungi perasaannya sejak ia kecil bahkan membanggakannya. Barry melampiaskan rasa frustasi dan kebingungannya dengan minum–minuman keras dan ganja. Sebuah proses pencarian jati diri. Namun berkat dukungan ibunya, Barry berhasil melewati itu semua.


Chicago

Bab yang menceritakan aktivitas Obama sebagai Penggalangan masyarakat (community organizer). Pada mulanya hanya sekedar gagasan yang datang dan pergi perihal keinginannya menjadi aktivis penggalangan masyarakat. Namun rencana pertemuannya dengan Auma (adik dari ibu yang berbeda) yang gagal membuat Barry yakin dengan pilihannya untuk menjadi aktivis. Meninggalkan kemapanan sebagai karyawan di sebuah lembaga konsultan untuk perusahaan–perusahaan multinasional.

Karena yang diharapkan dari kedatangan Auma bukan sekedar pertemuan tapi jawaban atas kegelisahan terhadap keberadaan dirinya. Kulit hitam, Kenya dan Ayahnya.



Menggerakkan kaum miskin dan penyumbang pada masyarakat karena perubahan akan muncul dari massa akar rumput yang diberdayakan, itulah pandangan politik Barry perihal penggalangan masyarakat. Ia mendatangi rumah mereka satu persatu dan mendengarkan keluhan mereka, menggalang massa, sampai menuntut walikota untuk membongkar asbes apartment yang terbuat dari bahan yang dapat mengganggu kesehatan.

Aktivitas yang membuatnya mengenal lebih dekat permasalahan kaum miskin dan kulit berwarna; Diskriminasi, sikap skeptis, stereotif yang negatif yang melekat pada orang kulit hitam, pengangguran dan fasilitas publik yang rusak.



Dan aktivitas inilah yang mengawali karir politiknya dengan menggusung ide perubahan.



Kenya

Bab ini menjawab keingintahuan saya soal keluarga Barack Obama di Kenya tanah kelahiran ayahnya. Obama melakukan perjalanan ke Afrika sebelum ia masuk kuliah di Harvard. Perjalanan yang merupakan upaya Obama mencari akar dan budaya keluarganya. Di sini Obama bertemu dengan adik-adik tirinya, paman, bibi dan neneknya. Melalui cerita neneknya, ia menjadi tahu silsilah keluarga besarnya, didikan dan karakter keras kakeknya yang menempa ayah Obama sehingga bisa mewujudkan impiannya sekolah di Amerika. Ia pun jadi tahu, prinsip yang dipegang teguh ayahnya yang membuat karirnya dipemerintahan hancur. Rangkaian ceita ini membuatnya merasa ia lebih mengenal Ayah dan mimpi-mimpi yang diwariskannya.



Di sini juga, Obama mulai mengerti arti dan nilai sebuah keluarga. Bukan sekedar rantai genetik atau konstruksi sosial.



Buku yang sangat detail penuturkan pergulatan pemikiran Obama. Dengan tuturan berbentuk percakapan dan deskripsi yang baik membuat buku ini jauh dari kesan kaku layaknya sebuah biography. Saya memerlukan keseriusan untuk bisa memahaminya malah kadang terasa melelahkan membacanya, mungkin karena saya lebih terbiasa membaca buku dengan bahasa dan gagasan sederhana. Tapi kelelahan itu terbayar dengan apa yang saya dapatkan setelah membaca buku ini. Bagaimana sebuah harapan dan mimpi besar bisa terwujud. Dan satu hal lagi yang saya pelajari, berpikir. Yang membedakan orang besar dan orang biasa adalah caranya berpikir dan selalu berpikir untuk mencari jawaban dari kegelisahan akibat ketidaktahuan dan kebingungannya. Dan dari berpikirlah sebuah gagasan besar timbul.



Buku ini menjadi bestseller versi New York Times dan meraih British Book Award 2009 katagori Biography Terbaik. Saya setuju dengan komentar yang diberikan Toni Morrison, pemenang nobel sastra, bahwa ini adalah ’buku yang luar biasa dan unik.’



Semoga buku ini menginspirasi banyak orang di Indonesia termasuk para mama. Bahwa peran seorang mama sangat menentukan keberhasilan seorang anak kelak. Menentukan karakter, kepribadian dan pola pikir yang kelak dimilikinya.


Note : Warna font baru (sebagai sample - lihat di polling di side bar kanan)

Kamis, Agustus 13, 2009

Untuk diingat KODE PLASTIK

By : Rina Susanti

Bicara soal plastik sepertinya tidak bisa lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Dari perabot rumah tangga, perangkat elektronik dan terutama plastik sebagai kemasan atau wadah makanan dan minuman. Pemberitaan soal plastik beberapa waktu lalu sempat ramai karena beberapa produk botol susu bayi terbuat dari plastik yang berbahaya. Ini sempat membuat saya shock juga lho, karena dengan alasan asi saya yang belum juga mencukupi sampai hari ketujuh setelah si kecil lahir, terpaksa diberi susu formula. Apa botol susu yang saya gunakan untuk si kecil aman? Karena ternyata dampaknya cukup serius, jika masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi

dapat mengakibatkan kanker, perubahan hormon, mempengaruhi saraf dan perkembangan janin di dalam rahim.

Sejak saat itu saya memutuskan untuk selalu melihat kode plastik kemasan makanan dan minuman sebelum memutuskan membeli, terutama demi keamanan si kecil.


Sampai hari berikutnya di sebuah supermarket saya kebingungan menatap angka 1 di dalam segitiga tanda panah melingkar di bawah kemasan juice yang ingin saya beli. Ini nomor yang aman gak ya?
Nomor berapa yang aman untuk makanan dan minuman?

Setelah hunting di internet dan diketik rapih, saya meminta suami juga si mbak yang bantu di rumah untuk menghapal kode - kode ini. Lalu saya tempel di pintu kulkas agar jika tetap lupa saat sedang di supermarket, bisa telp rumah dan minta orang rumah melihatnya.

Kode
Bahan baku plastik
Untuk mengemas
Polyethylene terephtalate (PTE atau PETE)

Aiir minum, minuman berkarbonasi, jus, saus, jeli, selai dan minyak goreng
High density polyethylene (HDPE)

Susu, yogurt dan galon air minum
#
Polyvinyl chloride (PVC) atau disebut vinil
(Cling wrap), wadah kue kering atau cokelat.
Low density polyethylene (LDPE)
Plastik kemasan rapat (cling wrap) roti, makanan beku dan botol plastik yang dapat ditekan
Polypropylene (PP)
Sup, saus tomat dan margarin
#
Polystyrene (PS)
Dikenal dalam bentuk kemasan stereofom
#
Polycarbonate

mengandung bisphenol-A yg berbahaya & dpt bermigrasi. Plastik ini tahan suhu tinggi. Ada yg menggunakan sbg botol susu bayi & alat2 makan (sendok, garpu, pisau) plastik.

Catatan : # Berbahaya jika digunakan untuk makanan atau minuman.
Untuk plastik kode 4 meskipun aman, sebaiknya jangan diisi ulang lebih dari 3 kali.

Hal lain yang harus diingat tetap hindari memanaskan makanan dengan wadah atau bungkus yg terbuat dari plastik dalam microwave. Jangan pula menggunakan tempat dari plastik untuk menaruh makanan panas dan berminyak. Karena migrasi (perpindahan) komponen plastik ke dalam makanan selama pemanasan atau pada suhu tinggi semakin besar. kecuali untuk wadah plastik yang telah dijamin keamanannya atau food grade.

Jadi jika akan membeli makanan panas, berminyak, atau berkuah, sebaiknya membawa sendiri wadah plastik food grade dari rumah. Ehm, agak repot juga ya, kalau tiba-tiba di tengah perjalanan pulang kantor atau malling ngiler melihat sop konro dan ingin membungkusnya untuk dimakan di rumah bareng suami.

Dari berbagai sumber. (rina)

Ilustrasi gambar : www.dustbowl.wordpress.com