Selasa, Juni 18, 2013

Autumn Once More







Judul Buku          : Autumn Once More (sebuah antologi)

Penulis                 : Ilana Tan, Ika Natassa dkk
Penerbit              : Gramedia
Tahun                   : Mei  2013
Hal                          : 230



Mengeksploitasi Cinta dalam 13 Cerita Pendek
resensor Rina Susanti

resensi ini dimuat di Koran Jakarta 8 juni 2013



Cinta selalu menjadi tema yang menarik untuk ditulis dan menjadi  tema yang abadi sepanjang masa. Karena cinta tak selalu berakhir manis dan bahagia. Ada pengkhianatan, ada kepura-puraan dan kerap membutakan.  Seperti kutipan pada hal 7 buku ini; banyak orang bilang cinta terkadang membuat pikiran kita tidak rasional. Gara-gara suka, kadang kita mendapati diri melakukan hal-hal yang nggak akan mungkin dilakukan kalau pikiran kita seratus persen waras.

Cinta memang bisa menyentuh melampaui batas usia, ruang dan waktu tapi yang menarik kisah cinta selalu menyelaraskan cerita dengan jamannya. Seperti dalam cerpen  love is a verb (hal 142).
Love is a verb, menceritakan Timal yang kerap mengicaukan kebahagian dan mengunggah foto di jaringan sosial media dengan harapan sang kekasih, Rangga,  berkomentar atau menyukainya. Sayangnya Rangga bukan tipe orang yang harus selalu mengecek akun sosial media, terlebih pekerjaan menyita lebih banyak waktunya.  Ini membuat  Timal marah dan cemburu karena merasa tidak diperhatikan. Hubungan keduanya semakin  runyam karena Rangga sempat mengkomentari foto teman perempuannya. Benarkah yang dilakukan Timal semata karena ingin  seisi dunia tahu bahwa ia mencintai dan dicintai Rangga?

Cerpen Be careful what you wish for yang menjadi cerpen pembuka buku ini, memiliki sedikit kemiripan dengan cerpen love is a verb, yaitu bagaimana keberadaan jejaring sosial cukup perpengaruh pada hubungan cinta. Berkisah tentang seorang perempuan pemalu yang melakukan penguntitan melalui jejaring sosial dan situs perusahaan terhadap seorang rekan kerja yang diam-diam ia sukai, bernama Gonta. Mencari tahu kegiatan Gonta dengan melihat foto-fotonya di facebook sampai google.  Jejaring sosial sebagai bumbu cinta ini  tidak mungkin di temui pada cerita cinta lima tahun yang lalu. 

Tema klasik seperti perjodohan selalu menjadi cerita menarik, seperti dalam cerpen  Thirty Something (hal 22). Rachel menerima perjodohan yang digagas eyangnya karena  Erik yang dicintainya tak kunjung menyatakan perasaannya sedangkan usianya sudah 30 tahun. Usia yang menurut pandangan umum dan ‘biasanya’ sudah menikah. Being thirty-something and single is not that easy in my family (hal 33).    

Usia yang di anggap kritis, bukan hanya bagi perempuan juga laki-laki, seperti tersirat dalam cerpen Jack Daniel’s vs Orange Juice (hal 56). Sebuah cerpen yang juga memotret hal yang biasa terjadi pada kaum Adam,  tentang bagaimana seorang lelaki bisa merubah karena perempuan setelah atau sebelum menikah.  Dan ditulis dengan sense of humor yang pas.

Buku ini berisi 13 cerita pendek, dengan tema cinta yang diangkat mewakili kisah cinta yang kerap dialami banyak orang seperti keluarga,  perjodohan, cemburu,  kasih tak sampai, perjodohan dan persahabatan yang terselipi rasa cinta.  Seperti salah satu cerpen yang menjadi judul buku ini, Autumn Once More di halaman 102. Namun cerpen-cerpen dalam buku ini memiliki  benang merah yaitu setting cerita cinta khas metropolitan dengan gaya hidup yang tidak bisa dipisahkan dari jaringan sosial media, hangout, clubbing, ritme pekerja profesional dan mandiri. Sesuai genre yang tertulis dalam cover buku, metropop.

Kebanyakan judul cerpen dalam buku ini ditulis dalam bahasa inggris begitupun kutipan-kutipannya. Tentu ini memperkaya gaya penuturan tulisan namun jika porsi bahasa Inggris yang digunakan terlalu banyak seperti dalam cerpen Critical Eleven (hal 84) sentuhannya menjadi berkurang. Beberapa padanan bahasa Inggris memang tidak ditemukan terjemahan bahasa Indonesianya yang pas, begitu pun sebaliknya.  Jadi kenapa tidak menuliskan cerpen ini full dalam bahasa Inggris.

Lepas dari banyaknya penggunaan bahasa inggris,  cerpen – cerpen dalam  buku ini tidak monoton. Kaya warna dan rasa khas penulisnya baik dari segi penuturan, sudut pandang, alur dan gaya bahasa. Salah satunya karena ditulis 13 perempuan yang sudah tidak asing bergelut dengan dunia kepenulisan, sebagai penulis fiksi profesional seperti Ilana Tan dan Ika Natassa yang sudah menuliskan beberapa novel.  Atau  editor seperti Rosi L. Simamora. (rs)