Judul Buku : Don’t Worry to be a Mommy*
Penulis : dr. Meta Hanindita
Penerbit : Stiletto Book
Tahun : 2013, September
Hal :
171
Resensor Rina Susanti
Menjadi Ibu itu rasanya luar
biasa. Menjadi Ibu juga perjuangan. Beberapa Ibu harus bedrest selama hamil, Ibu lain bisa menjalaninya dengan mudah,
begitupun saat melahirkan dan pasca melahirkan. Dan tidak semua Ibu
mempersiapkan pengetahuannya mengenai ini, termasuk kesiapan mental karena
beranggapan menjadi Ibu itu mudah karena
sudah kodrat perempuan. Bisa
dibayangkan betapa kagetnya ketika saya harus menghadapi perjuangan demi
perjuangan sebagai Ibu begitu Naya lahir (hal 7), tulis Meta Hanindita yang membagi perjuangan dan serunya
sebagai Ibu baru dalam buku Don’t Worry
to be Mommy (DWTM).
Perjuangan menjadi calon Ibu
dirasakan penulis saat usia kehamilannya sebelas minggu, dari mulai
muntah-muntah sampai dideteksi mengalami kelainan jantung hormonal
akibat kehamilan. Dokter pun merekomendasikan untuk bedrest total selama enam bulan. Diminggu ke 28 dokter menyarankan
untuk caesar karena ketuban merembes. Namun penulis menolak karena berat bayi
masih kecil dan organ tubuh yang belum matang
konsekuensinya harus diUSG setipa 3 hari sekali untuk melihat kecukupan
air ketuban.
Setelah melahirkan dengan
selamat, perjuangan belum selesai selain bayi harus bolak balik di rawat karena
billirubin tinggi atau istilah umumnya bayi kuning, juga ASI hasil perahan si
Ibu selama 2-3 jam hanya 20 cc. Lalu si
Ibu baru dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tidak terduga sebelumnya. Pilihan
; minum susu hamil atau tidak, normal atau caesar, tetap bekerja atau menjadi
Ibu rumah tangga, ASI atau sufor, vaksin atau tidak, kb spiral suntik atau pil,
pake popok sekali pakai atau , mpasi instan
atau rumahan, dan sebagainya.
Dan apapun
pilihannya akan selalu ada komentar bernada intimidasi dari Ibu lain yang
memicu Ibu baru stres.
Saya yakin, apa yang dialami
penulis dialami banyak Ibu baru termasuk saya yang sempat merasakan rasa putus
asa luar biasa ketika sampai hari keempat pasca melahirkan ASI perahan hanya 10
cc, padahal beragam suplemen dan makanan yang membuat ASI banyak sudah dicoba. Nobody told me that breastfeeding was not
easy (hal 48).
Dibalik semua perjuangan, menjadi Ibu juga adalah hal seru,
diantaranya menyiapkan perlengkapan bayi adalah dan perasaan exited yang dialami semua calon Ibu
baru. Nah, perlengkapan apa saja yang diperlukan dan urgent? Bagaimana menyiapkan
MPASi dan menstimulasi bayi? Penulis membagi tipsnya di bab 5.
Buku setebal 171 halaman ini
tidak hanya berisi curhat Ibu baru, penulis yang juga seorang calon dokter
spesialis anak, menjelaskan beragam masalah dalam kaitannya dengan ilmu
kedokteran namun dengan bahasa ringan hingga mudah dicerna. Seperti penjelasan istilah
yang sering muncul saat bayi di diagnosa ‘bayi kuning’ ; breastfeeding
jaundice, breastmilk jaundice, dan sebagainya. Yap, buku ini kaya informasi dan
contented. Walaupun buku ini ditulis
dengan gaya santai dan mengalir namun libatan emosi penulis sangat terasa.
Bab terakhir buku ini berisi tips
dan trik menghadapi anak sakit, keadaan emergency, perlengkapan P3K yang harus tersedia di rumah diantaranya
paracetamol, termometer, kasa steril, plester dan pertolongan pertama jika anak
sakit serta tak lupa meninggalkan nomor telepon penting jika si kecil di
tinggal bersama babysitternya selama Ibu bekerja. Penulis juga berbagi
pengalamannya sebagai dokter yang kerap menghadapi para orangtua yang melakukan
kesalahan saat berobat. Diantaranya ; memberi anak obat melebihi dosis yang
diresepkan dengan alasan agar cepat
sembuh atau karena kepanikan ada orangtua yang meminta anaknya di opname
padahal rawat jalan saja sudah cukup (hal 159).
Setiap Ibu menginginkan yang terbaik untuk anaknya dan
memiliki cara berbeda untuk mencapai itu. Yang pasti Ibu yang baik selalu
menyertakan hati dalam setiap langkahnya. (rs)
@rinasusanti
0 komentar:
Posting Komentar