Jumat, Januari 24, 2014

A Cup Of Tea For Writer

Judul Buku          : A Cup Of Tea for Writer
Penulis                 : Triani Retno A, Herlina P. Dewi dkk
Penerbit              : Stiletto Book
Tahun                 : 2012
Hal                     : 195
ISBN                 : 978-602-7572-06-5

Kisah Inspiratif Para Penulis

Kesuksesan JK Rowling memperoleh kekayaan dan popularitas dari menulis  cukup menginspirasi banyak orang untuk menjadi penulis.  Tapi profesi menulis di tanah air dinilai tidak bisa mensejahterakan tak heran jika keinginan menjadi penulis kerap ditentang keluarga. Seperti yang dialami Ririe  Rengganis dan Monica Anggen.

Berikut cuplikan percakapan Ririe Rengganis dan Ayahnya, saat Ririe memutuskan kuliah di Fakultas Sastra (hal 81);

“Mau jadi apa kamu nanti kalau sekarang ngotot kuliah di Fakultas Sastra?” tanya Ayah dengan amarah menggelegar di siang bolong.
“Jadi penulis,” jawabku singkat.
“Penulis tidak bisa hidup sejahtera di negeri ini. Masa depanmu akan suram bila kamu memilih jado penulis!”

Atau penggalan berikut ini, yang saya kutip dari tulisannya Monica Anngen (hal 81);

“Cukup! Apa yang mau kau harapkan dari menulis? Kaya? Berapa banyak penulis kaya? Yang ada kamu bakal jadi gembel!” teriakan Papaku bergema memenuhi ruangan.

Namun penentangan ini tidak menyurutkan langkah Ririe Rengganis dan Monica Anggen untuk tetap mewujudkan impiannya menjadi penulis karena bagi keduanya menulis bukan lagi sekedar demi materi tapi cinta.

Menulis itu candu, ingin lagi dan lagi terlebih setelah diterbitkan entah di media massa, dalam bentuk buku antologi atau buku solo. Kepuasannya bukan sekedar materi yang di dapat tapi rasa bangga. Rasa bangga yang jika tak hati-hati bisa menimbulkan rasa sombong dan merasa hebat. Seperti yang dialami  Whianyu Sanko (hal 16), yang akhirnya membuat dia tersadar bahwa  tak ada penulis sombong. Kau tahu, rasa sombong selalu berharga mahal.

Menulis adalah terapi jiwa itu yang dirasakan Triani Retno A, penulis yang namanya sudah tidak asing lagi di tanah air. Sudah menulis 20  buku solo, beberapa antologi, tak terhitung tulisannya yang sudah dimuat di beragam media massa. Sempat vakum dari dunia kepenulisan namun masalah dalam rumah tangga yang dialami Triani Retno membuatnya ingin kembali menulis. Karena menulis membuat saya lebih tenang. Lebih lega. Lebih bisa berpikir jernih (hal 5). Dan sejak itu Triani kembali produktif menulis.

Nama lain yang sudah tidak lagi bagi pecinta literasi tanah air, yang membagikan kisah sukses dan suka dukanya menjadi penulis adalah Ollie pemilik nama lengkap Salsabeela, pemilik toko buku online kutukutubuku.com dan online self-publishing NulisBuku.com dan sudah menulis lebih dari 20 buku. Ollie memulai semuanya dari mimpi. Mimpi menjadi penulis.

Ada juga kisah Ika Natassa, penulis beberapa novel metropop best seller yang juga seorang bankir. Reda Gaudiamo, penulis yang sempat malang melintang di berbagai media massa dan Herlina P. Dewi yang tak lain adalah editor dan CEO penerbit.

Seperti apa kisah lengkap mereka? 


Semuanya dikemas dalam salah satu serial A Cup Of Tea dari penerbit Stiletto Book dengan judul  A Cup Of Tea For Writer. Membaca kedua 20  kisah inspiratif dalam buku ini bisa memotivasi pembaca yang ingin jadi penulis tapi merasa gagal karena masih sering ditolak media atau penerbit. Yap, untuk sampai tulisan kita dinikmati orang banyak perlu proses yang tidak mudah tapi juga tidak sulit jika terus belajar (banyak membaca) dan berlatih (terus menulis). Bagian  terakhir buku ini berisi 10 tips menulis dari Reda Gaudiamo. 

A Cup Of Tea For Writer adalah buku keempat dari serial A Cup Of Tea yang sudah diterbitkan Stiletto, ada banyak kesamaan buku ini dengan buku seri ketiga yaitu A Cup Of Tea Menggapai Mimpi – seri lain yang sudah saya review bisa dilihat di sini . Kesamaannya dengan buku ketiga kebanyakan impian yang ingin digapai penulis adalah menjadi penulis. Jadi membaca buku ini kurang gregetnya jika sudah membaca buku seri ke tiganya. Namun kehadiran penulis tamu yang namanya sudah dikenal luas pembaca tanah air, dalam buku ini menjadi nilai nambah.   

Direkomendasikan untuk para penulis pemula (seperti saya) agar tak patah arang. Keep your hand writing J .

‘Membacalah empat jam sehari dan menulislah empat jam seharikalau kau tidak bisa meluangkan waktu untuk itu, jangan harap kau bisa menjadi penulis yang baik’ (Stephen King)

2 komentar:

Ila Rizky mengatakan...

wah, buku yang menarik, mak. memang antara nulis dan membaca harus seimbang, biar amunisi pas nulis lancar.

Titi Esti mengatakan...

Makasih sharingnya, jadi pengen baca langsung.

Posting Komentar